Jumat, 06 September 2013

(Just Repost) My New Hobby

Saya kangen banget sama blog yang satu ini, pengen nulis sesuatu tapi apa yaaa... Bingung. Ehehehehee... :p
Karena beberapa waktu terakhir lagi seneng baking, saya mau posting beberapa resep yang pernah diuji coba aja yaa. Ini semuanya udah pernah diposting di wordpress, masing-masing dalam postingan tersendiri. Tapi di sini disatuin aja deh biar ga menuh2in reader temen-temen, mwehehehe :p

1. Kastengel

Cerita lengkapnya ada di sini


2. Cupcake Coffee Lover

 
Sampe sekarang belum juga posting resep cupcake ini, tapi kalo mau tau ceritanya ada di sini


3. Granola Bar

Suka granola bar? Boleh cek resepnya di sini


4. Puding Karamel

Puding praktis nan lezat ini gampaang bikinnya. Ga percaya? Coba aja ;)


5. Chocolate Lava Cake (yang belum berhasil)

Huahahahaa.. Belum berhasil kok dibangga-banggain. Qiqiqi..gapapa lah yaa. Ceritanya ada di sini


6. Roti Manis

Sebagai pecinta roti, nggak afdol rasanya kalo udah nyoba macem-macem resep, tapi belum nyoba bikin roti. Makanya biarpun udah pernah gagal sebelumnya, saya belum menyerah buat nyoba bikin lagi. Ini cerita kali kedua saya bikin roti :)


Yak, udah. Baru segitu si eksperimennya. Eh, ada beberapa yang lain tapi saya nggak bikin postingannya. Semoga bermanfaat ^_^

Selasa, 25 Juni 2013

First time baking: Lasagna


Udah lamaaa nggak posting di sini, maaf lagi seneng maen di WP soalnya :). Ini ceritanya saya lagi belajar baking. Nah, daripada blog sini nganggur, saya posting resep di sini juga selain di WP deh. 

Kemarin baking perdana saya bikin lasagna, Dapet resepnya dari blognya mbak Camelia, tapi si empunya resep sebenarnya sendiri ada di link ini. Mwehehehee..semoga nggak bingung yaa. Langsung aja cekidot ;) *oiya, ada sedikit editing resep, yang di dalam kurung di bawah itu catetan saya pribadi yaa

My first Lasgna

LASAGNA ALA PANDA
by. Elly Zein (Mom Elly)
              Bahan: 
              250 gr Lasagna instan (saya pake merk Agnesi)
Saus Daging (Bolognese Sauce):
500 gr daging giling/cincang (saya pake kornet)
1 bh wortel ukuran besar, cincang kasar (saya parut pake parutan keju)
1 bh bawang bombay ukuran sedang, cincang kasar
1 siung bawang putih, keprek, cincang halus
5 bh tomat buah ukuran besar, kupas kulit, buang biji, cincang kasar
170 gr pasta tomat (pake merk Del Monte)
5 sdm saus tomat
1 sdt oregano bubuk
½ sdt basil bubuk (skip)
½ sdt merica bubuk
1 sdt kaldu ayam/daging instan (skip)
1 sdt garam (sesuai selera)
2 sdm gula pasir
3 sdm minyak untuk menumis
300 ml air
Saus Keju (Bechamel Sauce):
1000 ml susu cair
250 gr keju cheddar, parut halus
3 sdm mentega
3 sdm tepung terigu
½ sdt merica bubuk
⅛ sdt pala bubuk
½ sdt garam
Taburan:
250 gr mozarela, parut kasar
Catatan pribadi: karena sepertinya resep di atas terlalu banyak, jadi saya bikin kurang dari itu. Malesnya saya, saya ga terpatok takaran sih, sebisa mungkin saya ikutin resepnya, tapi ada juga yang enggak. Kan bisa diicip-icip sendiri yah rasanya, beda sama kalo kita bikin kue atau cake *btw, ini prinsip sesat nggak ya?
Cara membuat:
  • Saus Daging: Tumis bawang putih dan bombay hingga harum (plus wortel). Masukkan daging giling/cincang. Aduk hingga daging berubah warna. Kemudian masukkan tomat cincang, pasta tomat dan saus tomat, aduk rata. Bubuhi dengan merica bubuk, garam, gula pasir, oregano bubuk dan basil bubuk. Tuang air. Masak dengan api kecil selama ± 20 menit. Angkat. Sisihkan.
  • Saus Keju: Panaskan mentega hingga mencair, lalu masukkan tepung terigu. Aduk hingga rata. Tuang susu cair perlahan-lahan sambil diaduk-aduk. Jaga jangan sampai bergerindil. Bubuhi dengan merica bubuk, pala bubuk dan garam. Terakhir masukkan keju parut. Aduk hingga rata. Masak hingga mengental dengan api kecil. Angkat. Sisihkan.
  • Penyusunan: Letakkan saus daging lalu taruh lasagna diatasnya, siram kembali dengan saus daging, kemudian timpa dengan saus keju. Taruh lasagna kembali, kemudian siram dengan saus daging timpa lagi dengan saus keju. Lakukan kembali sampai habis. Terakhir adalah saus keju. Kemudian taburi keju mozarela di atasnya. Masak di oven dengan suhu 180°C sehingga matang ± 30 menit. Sajikan 10 menit setelah lasagna keluar dari Oven.
Catatan pribadi: setelah membaca tips-tips dari internet, rahasia penataan lasagna agar lasagna tidak keras adalah dengan menyusun saus daging dulu di lapisan pertama, baru setelah itu lasagna (ingat: saus daging paling bawah, lalu lasagna). Oiya, karena ini lasagna instan dan ga perlu direbus dulu, jadi mematangkannya itu dengan sausnya. Jadi sausnya dibuat jangan terlalu kental (kalo saya malah keenceran, karena takut kekentalan, ditambah air panas, jadinya keenceran). Lasagna ga usah ditaruh mepet dengan pinggan/wadahnya karena nantinya akan mengembang. Btw, anw, busway, saya ini amatiran baru pertama kali bikin lasagna tapi udah sok banget kasih tips ya -_- *yaa, ini cuma merangkum dari yang saya baca-baca di internet sih…


Selasa, 28 Mei 2013

Prompt #14: Laki-laki dari Desa Bersalju

Aku melihat pemandangan dari dalam bus yang terus melaju. Sudah lima jam sejak bus ini meninggalkan Tokyo, menuju Shirakawa-go.  Sebaris cahaya muncul ketika bus keluar dari terowongan. Perjalanan ini mulai melewati terowongan. Ini artinya aku sudah dekat. Berdasarkan buku panduan yang kubaca, perjalanan ke Shirakawa-go memang akan melewati banyak terowongan. Ini karena akses jalan menuju ke sana dibuat dengan cara membobol pegunungan. Ya, Shirakawa-go adalah desa yang terletak di antara pegunungan.

Kueratkan syal yang melingkar di leherku. Dingin. Lebih dingin dari yang kukira. Tubuhku belum cukup beradaptasi dengan salju rupanya. Wajar saja, baru dua hari yang lalu aku sampai di Tokyo. Baru dua hari yang lalu aku menyentuh salju pertamaku. Aku merutuki kenekatakanku ini. Kalau bukan gara-gara laki-laki itu aku pasti tidak akan pernah menginjakkan kaki di Jepang.

Aku mendesah. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan laki-laki itu. Laki-laki yang selama ini hanya hadir di mimpiku. Laki-laki yang telah menyita seluruh kebahagiaan dari wajah ibu.


Desa Ogimachi, Shirakawa-go.

Aku menjatuhkan ransel di depan sebuah penginapan bergaya tradisional. Penginapan ini sudah kubooking dengan bantuan petugas hotel di Tokyo kemarin lusa. Kupastikan aku tidak salah tempat. Kucocokkan ulang huruf yang dituliskan petugas hotel di atas kertas kemarin dengan papan nama di depan bangunan itu.

“Irasshaimasee!!” Seorang gadis muda menyambutku saat aku masuk ke dalam tempat itu. Aku gugup.

”Haii.. Eh.. Watashi wa, Dian from Indonesia. I… have booked a room..” Aku ragu gadis itu mengerti yang kumaksud.

“Ohh.. Please welcome! Sudah pesan kamar? Baiklah. Tunggu sebentar,” dia tersenyum manis. Aku lega. Ternyata dia bisa berbahasa Inggris. Ada yang bisa dimintai tolong di sini.

***

“Jadi Dian-san, datang kesini karena ingin mencari laki-laki itu?”

Sore hari berikutnya. Aku sedang mengobrol dengan Yuki, putri pemilik penginapan yang baru kuketahui namanya tadi pagi ketika akan sarapan.

Aku mengangguk.

”Kenapa Dian mau mencarinya? Bukankah dia sudah jahat pada keluarga kalian?” dia berkata pelan.

”Aku hanya ingin melihat langsung ayahku, Yuki-chan. Bagaimanapun, karena dialah aku dan adikku bisa melihat dunia,” aku tersenyum getir.  

”Hmm... Boleh..aku tau nama ayahmu? Biar aku bantu cari..”

Kuambil secarik foto usang dari dalam dompetku. Gambar ayah dan ibuku. Tampak sekali perbedaannya. Ayah, bermata sipit berkulit putih. Sedangkan ibu berkulit sawo matang bermata besar.

”Namanya ada di balik foto itu. Ditulis dalam huruf Jepang, tapi aku sudah hapal di luar kepala.”

Yuki terperanjat melihat foto itu, lalu segera menyeret tanganku masuk ke dalam penginapan. Melewati koridor utama, lalu berbelok di salah satu sudut. Dia membuka pintu dan menyuruhku masuk.

Mataku segera tertumbuk pada sebuah foto berpigura yang dipasang di dinding. Wajahnya tampak lebih tua, tapi aku yakin orang itu adalah orang yang sama dengan orang di foto ayah dan ibu.

“Dian-san mencari dia?” Yuki terisak. ”Laki-laki ini yang dicari kan?”

Aku tertegun.

”Dia baru saja meninggal seminggu yang lalu. Otousan baru saja meninggal seminggu yang lalu” Gadis itu kini benar-benar menangis.

Aku terjatuh di depan pigura itu.  

***

474 kata

keterangan:
Irasshaimase : selamat datang
Watashi wa, Dian from Indonesia. I have booked a room: Saya Dian, dari Indonesia. Saya sudah pesan kamar
Otousan: ayah




Rabu, 15 Mei 2013

Quiz Monday Flash Fiction #3: Perjuangan Baru


”Mas, kita ngontrak rumah dekat kantor Ayu yuk? Ayu nggak tahan nih kalau tiap hari  pulang kena macet. Tiga jam baru nyampe rumah.”

”Hmm... kita liat aja nanti..”



Aku tercenung di balik jendela bis patas AC, mengingat kembali percakapan semalam dengan suamiku. Jalanan di luar macet. Ditambah hujan rintik-rintik, pasti malam ini akan lebih macet dari biasanya. Aku menghela napas. Beginilah perjuangan punya rumah jauh dari pusat kota.

Aku dan suamiku sudah setahun menghuni rumah kami, dan selama ini tidak ada masalah berarti. Perjalanan berangkat dan pulang kantor selalu menghadapi kemacetan, dan kami berdua tidak pernah mengeluh.

Tapi...untuk saat ini....

Aku mengeluarkan sesuatu dari dalam dalam tas. Benda andalan yang sudah seminggu ini selalu kubawa kemana-mana. Kupegang erat-erat sambil menahan gejolak rasa yang hampir meledak.

Sudah masuk tol. Masih macet. Mungkin satu jam lagi baru sampai. Aku semakin resah. Kusandarkan badanku ke bangku, mencoba tidur, tapi tak bisa. Kusandarkan kepalaku ke bangku di depanku.

”Kenapa Mbak?” Ibu di bangku sebelah bertanya simpati.

”Lagi sakit?”

Kubuka mulutku hendak menjawab. Lalu tiba-tiba...

”HOEEKK!!!”

Aku muntah di dalam kantong kresek yang sudah kupegang sedari tadi.

”Aduh... Maaf ya Bu, saya sedang hamil muda. Mual-mual terus…”

“HOEKK!!” Aku muntah lagi.


*196 kata



***

Maaf, ceritanya lagi curcol nih. Selama ini selalu nggak masalah tiap hari menempuh perjalanan Jakarta-Cibubur. Tapi semenjak muncul dua garis merah di testpack dua minggu yang lalu, mulai deh mual-muntah. Dan tiap hari harus menempuh kemacetan di jam pulang kantor sambil menahan mual, rasanya perjuangan banget. Mwehehehehee....



Jumat, 10 Mei 2013

Prompt #12: Konde



Kubuka pintu kamar kos-kosan, lalu segera menghambur ke tempat tidur paling nyaman di dunia. Huufh... Hari yang melelahkan! Kuliah nyaris tanpa henti dari pagi sampai sore ini. Kuraih bantal kesayanganku dan bersiap untuk tidur. Aku terkejut saat aku secara tak sengaja menyenggol sesuatu yang besar dan menyembul. 

Astaga! Konde? Tapi, siapa yang pakai konde di rumah ini?

Segera kuingat Mayang, sahabatku di kamar sebelah yang menjadi penari. Hmm.. mungkin saja ini konde miliknya.

Tiba-tiba saja rasa lelahku menguap. Aku duduk sambil memegangi konde itu. Pikiranku tertuju pada Mayang. Ah, anak yang satu itu memang keren. Di sela-sela kegiatan kuliahnya dia masih sempat menari tradisional. Hobi sedari kecil katanya, dan sekarang sudah menghasilkan uang. Ya, Mayang hampir menjadi penari profesional. Hampir setiap akhir pekan dia kebanjiran job. Tapi aku hanya pernah menonton pertunjukannya sekali, saat dia tampil menjadi pengisi acara di pentas seni kampus. Tariannya memukau, gerak tubuhnya membius. Seperti bukan Mayang yang aslinya kalem dan pendiam.

Tiba-tiba aku penasaran ingin mencoba konde di tanganku.

***

Mayang terburu-buru membuka gerbang rumah kosnya. Dia melupakan sesuatu yang paling penting: konde! Nyaris saja dia pergi tanpa konde. Nyaris saja. Padahal besok pagi pertunjukan pertamanya di luar kota. Dia merutuki diri sendiri.

Mayang hendak membuka pintu kamar saat didengarnya teriakan-teriakan dari ruang makan. Terdengar lamat-lamat suara tembang Jawa mendayu-dayu.

Segera dia berlari menuju arah suara itu. Ibu kos dan beberapa anak kos sedang berteriak-teriak histeris.

“Sitaaa!! Ya ampunnn.. Kenapa??”

“Turun Siiiiitt! Turuunn!!”

PRANG!!!! 

Piring-piring berjatuhan dari atas meja makan. Mayang segera menghambur ke sudut, tempat ibu kos dan teman-temannya berkerumun. Sita, teman kamar sebelahnya sedang menari Jawa di atas meja makan sambil nembang. Tangannya gemulai ke kanan dan kiri. Konde milik Mayang terpasang janggal di atas kepalanya.

Mayang menggigil. Dia harus segera melepas konde keramat itu dari Sita. Kalau tidak, dia tak bisa menari esok pagi. 

Rabu, 01 Mei 2013

Prompt #11: Nota (2)


"Abang mau minum apa?"

“Cucu!”

Aku tergelak mendengar jawaban itu. Duuh, anak ini menggemaskan sekali. Siapa yang bisa tak jatuh cinta padanya? Kukeluarkan botol susu dari dalam diaper bag, lalu kuserahkan pada bocah tiga tahun di hadapanku. Dia langsung meminumnya dengan terburu-buru.

“Hahaha.. Minumnya pelan-pelan, Bang!” aku mengusap kepalanya.

Di depan kami, ayah bocah itu sedang sibuk menekuni laptop. Aku mengerutkan kening. Weekend begini masih saja disibukkan dengan urusan kantor. Memangnya tidak capek terus-menerus bekerja?

Seorang pelayan mendatangi meja kami sambil membawa dua gelas jus.

”Terimakasih,” kataku sambil tersenyum.

Pukul dua lewat. Sebentar lagi kereta yang kami tunggu datang. Aku gelisah. Rasa-rasanya tak ingin segera menyudahi kebersamaan seperti ini.

***


”Semuanya tiga puluh enam ribu, Bu,” kata pelayan di meja kasir. Aku mengangsurkan sehelai uang lima puluh ribuan. Huuff...mahal sekali! Hanya untuk dua gelas jus saja habis tiga puluh enam ribu. Kuterima nota dan uang kembalian dari pelayan itu, lantas kumasukkan ke dalam kantong bajuku. Untuk kenang-kenangan. Aku tersenyum.

***

Wanita itu muncul dari balik anak tangga stasiun, disambut senyum lebar sang bocah.

”Mamaaaaa!!”

”Abang, sini Nak. Aduuhh, Mama kangen banget sama Abang!” Segera, anak kecil itu lekat dalam gendongan mamanya.

“Papa sehat Pa? Seminggu ini nggak ada apa-apa kan?” Laki-laki di sebelahku tersenyum lebar, segera merangkul pinggang isterinya.

”Mbak, minta tolong bawain tas ini ya. Sama tas oleh-oleh itu. Yuk kita langsung pulang aja Pa, Mama capek.” Keluarga kecil bahagia itu melangkah menuju pintu keluar. Aku mengikuti mereka dari belakang. 



Selasa, 30 April 2013

Prompt #11: Nota


Pandanganku berputar hebat. Rumah terasa bergoncang. Aku mengurungkan niat untuk bangun dari tempat tidur.

”Yaaahh!”

”Ya? Kenapa Nda?” sesosok tubuh muncul dari balik pintu.

”Sini deh!”

”Apa? Masih pusing?” tanyanya sembari mendekat.

”Tadi Bibik bilang gula habis, minyak goreng habis, semuanya habis. Ayah belanja ya?”

“Yaah.. Nggak mau ah. Nanti aja kalo Nda udah baikan kita belanjanya.”

”Iihh.. Belanja doang, Yah. Di Giont depan situ. Nda masih pusing banget nih kepalanya.”

Suamiku tampak berpikir sejenak.

“Oke deh. Sama Raihan ya?” katanya bersemangat. Aku mengangguk.

”Minta tolong ambilin bolpen sama kertas Yah. Nda catetin belanjaannya dulu.”

***

Suara klakson mobil di depan rumah. Ayah dan Raihan sudah pulang rupanya.

“Kami pulaaanngg!” Wajah dua laki-laki yang sangat kucintai itu muncul di depan pintu kamar.

”Belanjanya banyak banget Nda. Ini notanya,” kata suamiku sambil mengangsurkan selembar nota.

Kutelusuri nota itu. Ada yang aneh. Banyak barang asing di sana.

“Ayah, apa ini? Nda kan nggak pesen parfum? Ini juga. Ini juga. Beli kecapnya kok sampe tiga botol Yah? Saosnya 2 botol? Ayah nggak liat catetan? Pantes sampe lima ratus ribu.”

Laki-laki itu tampak berpikir heran.

”Sebentar, Ayah ambil belanjaannya dulu.”

***

Kami meneliti satu per satu barang yang ada di dalam kantong belanja. Banyak barang siluman. Suamiku menggaruk-garuk kepalanya, nampak bingung. Raihan sedang berguling-guling di atas tempat tidur, sambil bermain-main dengan kecap dan saos botolan.

Aku menoleh kepada suamiku.

“Tadi pas belanja Raihan dimana yah?”

”Ayah dudukin di troli.”

”Pas mau bayar di kasir, Ayah nggak ngecek belanjaan lagi?”

Suamiku menggeleng. Aku menepuk jidat. Kamar kembali berputar. Ternyata yang belanja adalah anakku. 


Raihan sedang belanja

Senin, 22 April 2013

Prompt #10: Shioban dan Kereta Kuda


Gambar dari sini



Shioban berlari kencang melintasi pepohonan di kanan dan kirinya. Sial! Saat genting seperti ini, tak ada seorang pun yang bisa dimintai pertolongan. Shioban terpaksa meninggalkan ladangnya di tengah hutan dan berlari secapat kilat begitu mendapat panggilan darurat itu.

Suara gemerincing dari kejauhan. Shioban memicingkan mata kearah matahari yang sebentar lagi tenggelam di balik awan. Dia tak sadar, kegelapan telah menyelimuti hutan. Shioban menghentikan larinya.

Suara itu kian mendekat. Shioban pernah mendengar cerita dari warga desa. Setiap kali matahari tertutup awan, kereta kuda tanpa awak akan melintas di tengah hutan. Shioban mengambil napas. Sebentar lagi dia akan bertemu langsung dengan kereta kuda itu. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalanya.

***

Kereta kuda melayang melintasi tunggul kayu mati, lalu mendarat kembali  ke tanah dengan suara gemerincing.

Shioban tiba-tiba melompat ke tengah jalan setapak.

”Berhenti!!!”

Kereta kuda berhenti mendadak.

Sesosok makhluk tiba-tiba muncul di kursi pengendara. Matanya merah menyala. Nampaknya dia marah telah dihentikan secara mendadak.

”Siapa kamu??”suaranya menggelegar.

”Aku Shioban. Pemuda dari desa di kaki gunung. Kamu?”

”Lancang!! Aku jin penjaga kereta ini. Berani-beraninya kamu menghentikan keretaku!”

”Maaf. Aku hanya ingin menumpang keretamu sampai di desaku. Boleh kan?”

"Kereta kuda hanya untuk para ratu dan penyihir."

"Memangnya apa yang akan kamu lakukan jika
aku menginginkannya?" kata Shioban sambil mendelik ke arah jin penjaga.


"Beraninya kamu, dasar pemuda desa tak tau diri!" kali ini bukan hanya matanya, tapi seluruh tubuh jin penjaga berubah menjadi merah menyala.

Shioban mundur selangkah. Nyaris saja dia melarikan diri kalau tak ingat sesuatu, botol tempat minum yang selalu dibawanya kemana-mana. Shioban tersenyum.

***

Kereta kuda sampai di tepi sungai desa. Air sungai tampak mengalir perlahan. Shioban meloncat dari duduknya. Berlari ke tengah sungai. Semoga dia belum terlambat.

Tak sabar Shioban melepaskan celananya, lalu berjongkok di antara celah batu. Menyembunyikan dirinya dari pandangan orang yang mungkin saja lewat.

“Aah, legaaaa…”

Shioban meringis mengingat botol tempat minum berisi jin penjaga yang sudah dibuangnya di dalam hutan. Ternyata sakit perut memberinya keberanian lebih untuk melawan jin pembawa kereta kuda misterius yang telah meresahkan warga. 






Selasa, 16 April 2013

Pas Foto

Aku terkesiap. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Dengan gemetar kukeluarkan pas foto itu dari dompet suamiku. Seorang wanita. Masih muda. Cantik. Rambutnya sebahu. Dan dia berkacamata.

Kurasakan mataku tiba-tiba panas. Siapa wanita ini?? Kenapa Mas Bayu menyimpan fotonya di dalam dompet?? Oh, berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam benakku. Padahal kami baru saja menikah seminggu yang lalu. 

"Dek, kenapa?" Mas Bayu tiba-tiba sudah ada di pintu kamar. Tak sempat kusembunyikan pas foto di genggamanku, dan isi dompetnya yang masih berserakan di atas tempat tidur.

"Tamunya udah pada pulang, Mas?" suaraku bergetar. 

Mas Bayu duduk di sebelahku. Pelan-pelan mengambil pas foto yang masih kugenggam. Lalu dalam diam, dia memasukkannya lagi ke dalam dompet. Membereskan segala macam kartu, uang kertas, recehan, dan slip-slip atm yang sudah kuhamburkan. Menatanya lagi di dompetnya. Dalam diam.

"Besok sebelum kembali ke Jakarta, Mas ajak kamu ke suatu tempat ya," dia tersenyum, lalu keluar kamar. Meninggalkan hatiku yang sedikit retak.

***

Aku belum pernah ke tempat ini. Rimbunan pohon bambu. Selepas itu jembatan besar yang berdiri kokoh melintasi sungai lebar dengan air kecoklatan.  Kami berbelok di tikungan, dan tampaklah sebuah pemakaman. Untuk apa Mas Bayu mengajakku ke sini?

Kami memasuki pemakaman itu dalam diam. Mas Bayu menggenggam tanganku erat. Di depan sebuah batu nisan, dia berhenti. 

"Sini..." dia mengajakku berjongkok.

"Nina, kenalkan. Ini Indah, istriku. Dek, ini Nina, wanita dalam foto semalam." Aku terpaku di samping Mas Bayu. 

"Nina itu dulu teman SMA. Ya kan Nin?" 

"Kami kuliah di kota yang berbeda. Dia di Semarang, Mas di Jogja. Hingga 3 tahun kemudian kami bertemu lagi saat reuni SMA. Dan sejak saat itu Mas mulai mendekatinya." Mas Bayu mengambil jeda. 

"Tak lama kemudian kami pacaran. LDR. Bertemu beberapa bulan sekali, saat libur kuliah." Aku membeku mendengarnya.

"Usia pacaran kami tak begitu lama. Tepat setahun setelah jadian, Nina kecelakaan motor di Semarang. Dia meninggal di tempat."

Aku tak punya daya untuk menanggapi cerita itu. Nina pasti orang yang sangat dicintai Mas Bayu. Sampai-sampai setelah lima tahun kepergiannya, Mas Bayu masih menyimpan pas foto Nina di dompetnya. Kualihkan pandang dari nisan Nina. Ah, masih muda sekali dia saat meninggal. 

"Empat tahun Mas berusaha merelakannya pergi. Sampai tiba saat kau datang. Mas pikir mungkin itulah saatnya Mas harus menata masa depan." 

"Nina adalah orang yang pernah Mas cintai, dulu. Dan kamu adalah orang yang Mas cintai. Sekarang, dan untuk seterusnya." Mataku berkaca-kaca.

Mas Bayu mengambil dompet dari saku celananya, lalu mengeluarkan foto Nina. Dia meletakkannya di atas makam. Aku memandangnya penuh tanya. Mas Bayu hanya tersenyum tipis.

"Pulang yuk!" Ajaknya kemudian.

***

Motor kami melintasi sungai yang berair cokelat. Matahari tepat berada di atas kepala. Aku hampir lupa, nanti sore kami harus kembali ke Jakarta.

"Dek..." Mas Bayu memutus lamunanku.

"Ya?"

"Besok Mas minta pas fotonya ya, buat dipasang di dompet."

Aku terkekeh.



***

Jumlah kata: 460
Tulisan ini diikutsertakan dalam QUIZ MONDAY FLASHFICTION #2 - SEKILAS SEKITARMU

Keterangan:
Pas foto di atas adalah pas foto saya. Bukan Nina, atau Indah lho ya! Waktu baca Quiz terbarunya MFF, langsung deh cari ide. Barang apa yang dijadikan inspirasi ya?? Setelah melist daftar barang yang ada di sekitar, kayaknya pas foto yang ada di dompet bisa dijadikan inspirasi. Dan kebetulan, ingat FF sebelumnya tentang Parfum, kayaknya bisa disambungkan ke sana. Akhirnya, jadi deh cerita di atas. Kisah sebelumnya dari FF ini bisa dibaca di sini ^_^

Senin, 15 April 2013

Bagi-bagi tugas


Mulai sekarang, kayaknya blog yang satu ini mau dikhususkan buat nulis-nulis fiksi dan tulisan buat lomba atau giveaway aja deh. Curhat-curhatannya pindah ke lapak sebelah di wordpress ajah. Hehehehehe.. Kayaknya lebih sreg kalo kayak gitu :D

Jumat, 12 April 2013

Tirai Ibu

"Bu, kamar Dinda ini lhoo, terbuka banget kalo siang," Dinda, gadis remaja baru masuk SMP itu melipat muka.

"Kenapa?" Ibu bertanya. Menoleh dari aktivitas membersihkan debu di pigura foto almarhum suaminya, ayah Dinda.

"Ituuu, jendela kamar kan nggak ada tirainyaa.."

Ibu menghela napas. Memang benar, jendela kamar Dinda tidak bertirai. Selama ini Dinda juga tak pernah protes sebenarnya. Tapi kali ini...

"Banyak orang lewat di gang samping itu. Dinda nggak nyaman kalau tidur siang, bisa diliat orang dari luar kalo jendelanya dibuka. Kalo ditutup panas Bu..''

Ah, rupanya itu. Dinda merasa tak nyaman. Risih. Apalagi dia sedang beranjak remaja, sudah baligh sejak dapat mens pertamanya sebulan yang lalu.

Ibu menatap jendela kamar Dinda. Kamar itu memang bersebelahan persis dengan gang tempat orang biasa lalu lalang. Tinggal di perumahan padat penduduk memang sungguh tak enak. Sumpek. Dan serba berhimpitan.

"Nanti kalau ada yang ngasih upah cuci baju, Ibu beliin tirai ya," Ibu tersenyum.

***

Dinda baru pulang sekolah saat dia melihat jendela kamarnya sudah bertirai. Warnanya pink! Cantik sekali. Ada bordir bunga-bunga di tepinya. Dipasang ibu dengan cara dipakukan ke kusen jendela.

"Gimana? Bagus kan?" Ibu muncul dari balik pintu.

"Bagus Bu! Sukaaa.. Sekarang Dinda sudah bisa tidur siang dengan aman ya Bu."

Ibu mengangguk. Tersenyum. Dinda tidak tau, tirai itu adalah kerudung Ibu satu-satunya. Pemberian dari Bu Anti, tetangga mereka, saat pulang haji kemarin.

Ibu melangkah keluar kamar. Puas melihat Dinda yang terus tersenyum sambil bergumam 'tirai baru'. Ditengoknya sekali lagi tirai pink itu. Ah, biarlah niatannya memakai jilbab harus tertunda. Tuhan pasti paham alasannya.

*untuk memeriahkan Prompt Lampu Bohlam #7: Tirai

Prompt #9: Parfum



Rimbunan pohon bambu. Selepas itu jembatan yang paling besar di kota kecamatan ini, berdiri kokoh melintasi sungai lebar yang airnya selalu kecoklatan.  Lalu setelah tikungan di depan itu, aku sampai ke rumahmu Nin. Tunggu aku.

Lima tahun berlalu sejak saat itu, tak pernah sekalipun aku alpa menjengukmu setiap libur lebaran. Tak pernah aku alpa membawakan parfum kesukaanmu. Parfum dengan aroma yang selalu mengingatkanku akan wangi tubuhmu. Ah, aku rindu kamu Nin.

Kuparkir motorku. Kurapikan baju batikku. Aku selalu dandan rapi setiap kali hendak menemuimu. Kamu tahu itu.

Sebelum melangkah menuju rumahmu, kuambil kantong plastik yang sudah kusiapkan di stang sepeda motor. Lalu aku segera masuk. Rumah Nina selalu rapi, sepertinya baru saja dibersihkan. Apakah dia tau kalau aku mau datang? Padahal, selama ini tak pernah sekalipun kuberitahukan padanya rencana kedatanganku. Nina paling suka kejutan.

Hai Nin..

Aku datang lagi. Aku membawakan parfum kesukaanmu,” kurogoh kantong plastik yang kubawa. Kukeluarkan botol kaca keemasan dengan pita pink terikat di leher botol. Kuletakkan di sisinya.

Tapi maaf Nin, mungkin itu akan jadi parfum terakhir dariku..” kepalaku tertunduk.

Lima tahun sudah cukup bagiku Nin. Aku sudah menemukan calon isteri sekarang. 2 minggu lagi kami akan menikah,” aku menarik nafas panjang.

Ini undangan kami,” kuambil benda lain dari dalam kantong plastik tadi. Sebuah undangan pernikahan.

Terima kasih atas semuanya Nin.. Tapi aku tak bisa terus begini. Aku harus melangkah lagi. Wanita itu telah mengulurkan tangannya padaku,” aku bangkit.

Selamat tinggal ya Nin. Jangan sedih, sesekali nanti kukenalkan kau dengannya..

Kuusap batu nisan di atas pusara itu, lalu melangkah pergi.

Kustarter sepeda motor, pelan meninggalkan pemakaman keluarga besar Nina, rumah peristirahatannya yang terakhir. Di tengah jembatan kuberhenti sejenak. Matahari sedang tenggelam di ujung sungai. 


*ditulis untuk memeriahkan Prompt #9: Parfum

Kamis, 04 April 2013

Love my new header


Ini tentang rumah saya yang satunya. Yang di wordpress itu lhooh. Tadi otak-atik themesnya, lalu kepengen ganti header. Setelah gugling, nemu gambar yang lucu di mbah gugel. Aduh, saya minta ijinnya di sini deh ya buat pake itu gambar jadi header, soalnya setelah gugling saya nemu gambar serupa banyak dipake dimana-dimana. Jadi sepertinya bebas gitu.

Yang jelas, makasih banget buat yang udah bikin ilustrasi manis keluarga muslim ini. Sekarang tampilan wordpress saya jadi kayak gini 


Ahh.. Loove iit :-*


Selasa, 02 April 2013

"Kita bertiga terus selamanya yaa.."


Siapa bilang kehidupan pernikahan melulu berisi hal yang indah-indah saja? Ya mungkin, dalam 3 bulan pertama, bisa jadi pengalamannya indah-indah semua. Pan masih baru. Tapi, selewat itu, kerikil-kerikil kecil mulai bikin jalanan nggak mulus. Batu-batu besar sesekali menghalangi jalan. Angin semakin kencang. Bahkan badai sesekali bisa juga datang.

Yah, begitu juga yang saya rasain selama 2 tahun lebih membina rumah tangga *cieehh bahasa gue. Adakalanya saya sama suami seneng-seneng, romantis-romantisan, tapi nggak jarang juga sebel-sebelan, marah-marahan, berselisih paham. Dan kemarin adalah salah satunya.

Yah, dari tipe orangnya juga udah keliatan kalau saya sama suami itu beda. Saya orangnya perhatian, romantis *hueks* dan haus perhatian, juga menuntut sedikit keromantisan juga. Tapi suami, orangnya cuek, humoris, nggak romantis, dan menuju workaholic (ini random banget sih sifat-sifatnya). Intinya tuh, kalau dalam keseharian saya pengennya diperhatiin, eh tapi suami sibuk sama kerjaan. Udah merhatiin, eh malah dicuekin. Sebenernya ngerti siiih, paham siih, tapi kalau lagi sensitif yaa, udahlah. Ngambek. Itu yang terjadi hari kemarin. Saya ngambek. Dikit :p

Tapi tumben loh, suami sore menjelang pulang chat-chat gitu, padahal biasanya saya yang chat duluan. Pake bilang nanti di rumah mau cerita. Hmm...mulai penasaran.

Singkat cerita, malamnya menjelang tidur kami ngobrol-ngobrol. Ternyata, temennya suami ada yang lagi kena masalah. Isterinya minta cerai. Saya kaget juga. Secara saya tau orangnya, pernah ketemu. Dia juga sering pulang bareng suami karena rumah kami jalannya searah dari pusat Jakarta (dia di Depok, kami di Cibubur. Ya jauh juga si :p). Jadi sering nemenin perjalanan pulang suami.

Ujung pangkal masalahnya sebenarnya dari komunikasi. Ya, komunikasi antara suami-isteri yang kurang bagus, dan akhirnya merembet kemana-mana. Bahkan sudah melibatkan pihak keluarga masing-masing. 

"Kasian dia, tadi tuh males pulang karena udah ditungguin isterinya di rumah. Mau ngomongin soal yang itu,"

"Dia nangis nggak Yah?"

"Nggak si. Cuma ngomongnya terbata-bata, sambil berkaca-kaca. Kasian..."

"Ayah langsung inget Raihan"

Kebetulan temennya ini punya anak bayi, lebih kecil dibandingkan Raihan.

"Bunda nanti jangan pernah kayak gitu ya?"

"Ya nggak lah..."

"Nanti kita bertiga terus selamanya yaaa.."

Dia merengkuh saya dan Raihan yang sudah pulas (aslinya saya suka sebel kalau dia peluk-peluk atau cium-cium Raihan yang udah lagi tidur. Tapi ini pengecualian). Tiba-tiba saya jadi mellow. Kalau liat anak, rasanya apapun bisa dihadapi. Apapun. Hiks.. 

Dan semalam, dia memeluk kami lebih erat dari biasanya


Gambar diambil dari sini



 

Senin, 01 April 2013

Belajar Food Fotografi

Tentang hobi saya, selain baca-tulis dan menghias rumah (kalo lagi punya duit), saya juga suka motret. Terlebih saya sangat tertarik dengan food fotografi. Berawal dari seringnya blogwalking ke 'rumah' para food blogger, saya yang tujuan awalnya mencari resep makanan, malah terpesona dengan foto-foto makanan mereka yg selalu sukses bikin ngeces. Awalnya saya pikir cuma foto biasa, tapi semakin banyak bw dan semakin banyak baca, saya baru tau kalau fotografi makanan itu juga ada ilmunya. Seiring dengan pemahaman itu, saya pikir awalnya food fotografi ini berlaku untuk mereka yang punya kamera bagus. Tapi pemikiran saya terpatahkan begitu tau kalau banyak diantara food blogger yg ga pake kamera bagus, cuma pake kamera saku, bahkan ada yang pake henpon.

Nah, setelah tau itu saya jadi semakin bersemangat buat motret yang enak-enak. Kebetulan weekend ini ada banyak waktu. Saya sempetin deh buat foto-foto. Dan ini niat lho, saya pake background, cari spot yg tepat, pake properti, dan juga hiasan. Hasil dari teori yang saya dapat dari baca-baca di internet. Oya, ini tuh murni soal fotografi doang, karena saya nggak masak. Yang masak itu si mamak. Hihihihihi..

Dan ini beberapa jepretan saya. Maaf jelek dan berantakan. Pemula soalnya :D



*dan ternyata, tulisannya kegedean ya? Huhuhu..soalnya ngeditnya di hp aja, jadi nggak keliatan size sebenarnya di komputer


Kamis, 28 Maret 2013

Emak-emak Galau

Kali ini emak-emak yang satu ini mau narsis dulu. Lagi nyobain pake kamera depan handphone dan hasilnya ngeblur, hwkwkwk. Ah, saya emang nggak fotogenik. Kalo difoto pasti gayanya itu yang monyong-monyong, menggembung-gembungkan pipi, pokoknya gaya anak alay lah. Itu semua demi menyembunyikan ketidakfotogenikan saya. Iisshh...


By the way, mirip sama yang ada di foto yang di bawah ini nggak sih? Hahahaha




*postingan galau

Senin, 25 Maret 2013

Home decor inspiration edition #part one


Berawal dari hobi baru gugling tentang dekorasi rumah, desain interior, do it yourself edisi home project, saya jadi semangat pengen menata rumah yang berantakan abis. Liat-liat foto di internet bikin mupeenng euy. Salah satu yang bikin pengen itu ide tentang taman vertikal. Dari dulu suami pengen punya taman vertikal. Saya juga. Kurang lebih yang desainnya seperti ini

Gambar dari sini

Tapi berhubung desainnya susah, susah bikinnya, saya coba lihat alternatif lain. Daripada ngomongin konsep mulu tapi nggak ada eksekusi. Eh pas nyari-nyari gitu nemu konsep taman semi vertikal yang penampilannya kayak gini

gambar ini diposting oleh saya sebelumnya di sini

Kelihatan simpel dan lebih gampang dibuat. Tinggal beli tanaman dalam pot, lalau disusun di tembok. Siip!

Akhir pekan kemarin saya sama suami pagi-pagi cari tanaman yang banyak dijual di sepanjang jalanan Cibubur. Kami mampir ke salah satu tempat yang deket dari rumah. Kebetulan dari dulu suka beli taneman di sini. Beli beberapa tanaman hias gantung yang ada gantungan talinya itu (sebenarnya buat digantung di atas, bukan ditemplokin di tembok). Lalu pulang.

Awalnya pot-pot itu ditaruh di taman belakang (pojokan kecil dekat ruang TV yang terbuka). Nggak diapa-apain. Cuma ada yang digantung, ada yang baru ditaruh aja. Alesannya belum sempet bikin yang kayak gambar di atas. 

Besokannya, waktu mau nata pot-pot itu lagi, tiba-tiba aja suami punya ide buat naroh taneman-taneman itu di lubang kotakan yang ada di tembok samping. Ternyata muat! Tapii, potnya kurang banyak. Kami cuma beli 10, sementara lubangnya ada 14. Dan ada juga pot yang tetap digantungin di taman belakang. Akhirnya Minggu pagi itu kami ke tempat penjual tanaman hias lagi, lalu beli kekurangannya.

Selama ini, tembok samping rumah juga belum dicat. Kemarin pas banget ada adek sepupu suami nginep, dan dia bersedia buat bantu-bantu ngecat. Setelah beli cat di Mitra10, lalu sekalian belanja bulanan di Giant, siang harinya kami ngecat tembok samping. Warnanya merah. Disamain sama warna tembok rumah yang merah-abu. 

Hasilnya jadi kayak gini setelah dicat dan dihias tanaman dalam pot

melenceng jauh dari rencana semula -_-

Biarpun nggak jadi mengeksekusi rencana sebelumnya, tapi sejauh ini si puas sama hasilnya. Sebenernya tuh temboknya blonteng-blonteng dan warnanya nggak solid karena mas suami males ngaci dulu. Jadi dari tembok semen yang warna abu itu langsung aja dicat merah XD

Btw, jangan dibayangkan tampilan depan rumah langsung cantik ya, soalnya bagian bawah tembok itu masih belum diapa-apain, masih berupa sepetak tanah kosong *halah! yang masih bingung mau diapain. Pe er selanjutnya deh. Semoga masih terus istiqomah dan tetap semangat mempercantik rumah. Biar makin cintaaa :-*


 

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...