Selasa, 30 April 2013

Prompt #11: Nota


Pandanganku berputar hebat. Rumah terasa bergoncang. Aku mengurungkan niat untuk bangun dari tempat tidur.

”Yaaahh!”

”Ya? Kenapa Nda?” sesosok tubuh muncul dari balik pintu.

”Sini deh!”

”Apa? Masih pusing?” tanyanya sembari mendekat.

”Tadi Bibik bilang gula habis, minyak goreng habis, semuanya habis. Ayah belanja ya?”

“Yaah.. Nggak mau ah. Nanti aja kalo Nda udah baikan kita belanjanya.”

”Iihh.. Belanja doang, Yah. Di Giont depan situ. Nda masih pusing banget nih kepalanya.”

Suamiku tampak berpikir sejenak.

“Oke deh. Sama Raihan ya?” katanya bersemangat. Aku mengangguk.

”Minta tolong ambilin bolpen sama kertas Yah. Nda catetin belanjaannya dulu.”

***

Suara klakson mobil di depan rumah. Ayah dan Raihan sudah pulang rupanya.

“Kami pulaaanngg!” Wajah dua laki-laki yang sangat kucintai itu muncul di depan pintu kamar.

”Belanjanya banyak banget Nda. Ini notanya,” kata suamiku sambil mengangsurkan selembar nota.

Kutelusuri nota itu. Ada yang aneh. Banyak barang asing di sana.

“Ayah, apa ini? Nda kan nggak pesen parfum? Ini juga. Ini juga. Beli kecapnya kok sampe tiga botol Yah? Saosnya 2 botol? Ayah nggak liat catetan? Pantes sampe lima ratus ribu.”

Laki-laki itu tampak berpikir heran.

”Sebentar, Ayah ambil belanjaannya dulu.”

***

Kami meneliti satu per satu barang yang ada di dalam kantong belanja. Banyak barang siluman. Suamiku menggaruk-garuk kepalanya, nampak bingung. Raihan sedang berguling-guling di atas tempat tidur, sambil bermain-main dengan kecap dan saos botolan.

Aku menoleh kepada suamiku.

“Tadi pas belanja Raihan dimana yah?”

”Ayah dudukin di troli.”

”Pas mau bayar di kasir, Ayah nggak ngecek belanjaan lagi?”

Suamiku menggeleng. Aku menepuk jidat. Kamar kembali berputar. Ternyata yang belanja adalah anakku. 


Raihan sedang belanja

Senin, 22 April 2013

Prompt #10: Shioban dan Kereta Kuda


Gambar dari sini



Shioban berlari kencang melintasi pepohonan di kanan dan kirinya. Sial! Saat genting seperti ini, tak ada seorang pun yang bisa dimintai pertolongan. Shioban terpaksa meninggalkan ladangnya di tengah hutan dan berlari secapat kilat begitu mendapat panggilan darurat itu.

Suara gemerincing dari kejauhan. Shioban memicingkan mata kearah matahari yang sebentar lagi tenggelam di balik awan. Dia tak sadar, kegelapan telah menyelimuti hutan. Shioban menghentikan larinya.

Suara itu kian mendekat. Shioban pernah mendengar cerita dari warga desa. Setiap kali matahari tertutup awan, kereta kuda tanpa awak akan melintas di tengah hutan. Shioban mengambil napas. Sebentar lagi dia akan bertemu langsung dengan kereta kuda itu. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalanya.

***

Kereta kuda melayang melintasi tunggul kayu mati, lalu mendarat kembali  ke tanah dengan suara gemerincing.

Shioban tiba-tiba melompat ke tengah jalan setapak.

”Berhenti!!!”

Kereta kuda berhenti mendadak.

Sesosok makhluk tiba-tiba muncul di kursi pengendara. Matanya merah menyala. Nampaknya dia marah telah dihentikan secara mendadak.

”Siapa kamu??”suaranya menggelegar.

”Aku Shioban. Pemuda dari desa di kaki gunung. Kamu?”

”Lancang!! Aku jin penjaga kereta ini. Berani-beraninya kamu menghentikan keretaku!”

”Maaf. Aku hanya ingin menumpang keretamu sampai di desaku. Boleh kan?”

"Kereta kuda hanya untuk para ratu dan penyihir."

"Memangnya apa yang akan kamu lakukan jika
aku menginginkannya?" kata Shioban sambil mendelik ke arah jin penjaga.


"Beraninya kamu, dasar pemuda desa tak tau diri!" kali ini bukan hanya matanya, tapi seluruh tubuh jin penjaga berubah menjadi merah menyala.

Shioban mundur selangkah. Nyaris saja dia melarikan diri kalau tak ingat sesuatu, botol tempat minum yang selalu dibawanya kemana-mana. Shioban tersenyum.

***

Kereta kuda sampai di tepi sungai desa. Air sungai tampak mengalir perlahan. Shioban meloncat dari duduknya. Berlari ke tengah sungai. Semoga dia belum terlambat.

Tak sabar Shioban melepaskan celananya, lalu berjongkok di antara celah batu. Menyembunyikan dirinya dari pandangan orang yang mungkin saja lewat.

“Aah, legaaaa…”

Shioban meringis mengingat botol tempat minum berisi jin penjaga yang sudah dibuangnya di dalam hutan. Ternyata sakit perut memberinya keberanian lebih untuk melawan jin pembawa kereta kuda misterius yang telah meresahkan warga. 






Selasa, 16 April 2013

Pas Foto

Aku terkesiap. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Dengan gemetar kukeluarkan pas foto itu dari dompet suamiku. Seorang wanita. Masih muda. Cantik. Rambutnya sebahu. Dan dia berkacamata.

Kurasakan mataku tiba-tiba panas. Siapa wanita ini?? Kenapa Mas Bayu menyimpan fotonya di dalam dompet?? Oh, berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam benakku. Padahal kami baru saja menikah seminggu yang lalu. 

"Dek, kenapa?" Mas Bayu tiba-tiba sudah ada di pintu kamar. Tak sempat kusembunyikan pas foto di genggamanku, dan isi dompetnya yang masih berserakan di atas tempat tidur.

"Tamunya udah pada pulang, Mas?" suaraku bergetar. 

Mas Bayu duduk di sebelahku. Pelan-pelan mengambil pas foto yang masih kugenggam. Lalu dalam diam, dia memasukkannya lagi ke dalam dompet. Membereskan segala macam kartu, uang kertas, recehan, dan slip-slip atm yang sudah kuhamburkan. Menatanya lagi di dompetnya. Dalam diam.

"Besok sebelum kembali ke Jakarta, Mas ajak kamu ke suatu tempat ya," dia tersenyum, lalu keluar kamar. Meninggalkan hatiku yang sedikit retak.

***

Aku belum pernah ke tempat ini. Rimbunan pohon bambu. Selepas itu jembatan besar yang berdiri kokoh melintasi sungai lebar dengan air kecoklatan.  Kami berbelok di tikungan, dan tampaklah sebuah pemakaman. Untuk apa Mas Bayu mengajakku ke sini?

Kami memasuki pemakaman itu dalam diam. Mas Bayu menggenggam tanganku erat. Di depan sebuah batu nisan, dia berhenti. 

"Sini..." dia mengajakku berjongkok.

"Nina, kenalkan. Ini Indah, istriku. Dek, ini Nina, wanita dalam foto semalam." Aku terpaku di samping Mas Bayu. 

"Nina itu dulu teman SMA. Ya kan Nin?" 

"Kami kuliah di kota yang berbeda. Dia di Semarang, Mas di Jogja. Hingga 3 tahun kemudian kami bertemu lagi saat reuni SMA. Dan sejak saat itu Mas mulai mendekatinya." Mas Bayu mengambil jeda. 

"Tak lama kemudian kami pacaran. LDR. Bertemu beberapa bulan sekali, saat libur kuliah." Aku membeku mendengarnya.

"Usia pacaran kami tak begitu lama. Tepat setahun setelah jadian, Nina kecelakaan motor di Semarang. Dia meninggal di tempat."

Aku tak punya daya untuk menanggapi cerita itu. Nina pasti orang yang sangat dicintai Mas Bayu. Sampai-sampai setelah lima tahun kepergiannya, Mas Bayu masih menyimpan pas foto Nina di dompetnya. Kualihkan pandang dari nisan Nina. Ah, masih muda sekali dia saat meninggal. 

"Empat tahun Mas berusaha merelakannya pergi. Sampai tiba saat kau datang. Mas pikir mungkin itulah saatnya Mas harus menata masa depan." 

"Nina adalah orang yang pernah Mas cintai, dulu. Dan kamu adalah orang yang Mas cintai. Sekarang, dan untuk seterusnya." Mataku berkaca-kaca.

Mas Bayu mengambil dompet dari saku celananya, lalu mengeluarkan foto Nina. Dia meletakkannya di atas makam. Aku memandangnya penuh tanya. Mas Bayu hanya tersenyum tipis.

"Pulang yuk!" Ajaknya kemudian.

***

Motor kami melintasi sungai yang berair cokelat. Matahari tepat berada di atas kepala. Aku hampir lupa, nanti sore kami harus kembali ke Jakarta.

"Dek..." Mas Bayu memutus lamunanku.

"Ya?"

"Besok Mas minta pas fotonya ya, buat dipasang di dompet."

Aku terkekeh.



***

Jumlah kata: 460
Tulisan ini diikutsertakan dalam QUIZ MONDAY FLASHFICTION #2 - SEKILAS SEKITARMU

Keterangan:
Pas foto di atas adalah pas foto saya. Bukan Nina, atau Indah lho ya! Waktu baca Quiz terbarunya MFF, langsung deh cari ide. Barang apa yang dijadikan inspirasi ya?? Setelah melist daftar barang yang ada di sekitar, kayaknya pas foto yang ada di dompet bisa dijadikan inspirasi. Dan kebetulan, ingat FF sebelumnya tentang Parfum, kayaknya bisa disambungkan ke sana. Akhirnya, jadi deh cerita di atas. Kisah sebelumnya dari FF ini bisa dibaca di sini ^_^

Senin, 15 April 2013

Bagi-bagi tugas


Mulai sekarang, kayaknya blog yang satu ini mau dikhususkan buat nulis-nulis fiksi dan tulisan buat lomba atau giveaway aja deh. Curhat-curhatannya pindah ke lapak sebelah di wordpress ajah. Hehehehehe.. Kayaknya lebih sreg kalo kayak gitu :D

Jumat, 12 April 2013

Tirai Ibu

"Bu, kamar Dinda ini lhoo, terbuka banget kalo siang," Dinda, gadis remaja baru masuk SMP itu melipat muka.

"Kenapa?" Ibu bertanya. Menoleh dari aktivitas membersihkan debu di pigura foto almarhum suaminya, ayah Dinda.

"Ituuu, jendela kamar kan nggak ada tirainyaa.."

Ibu menghela napas. Memang benar, jendela kamar Dinda tidak bertirai. Selama ini Dinda juga tak pernah protes sebenarnya. Tapi kali ini...

"Banyak orang lewat di gang samping itu. Dinda nggak nyaman kalau tidur siang, bisa diliat orang dari luar kalo jendelanya dibuka. Kalo ditutup panas Bu..''

Ah, rupanya itu. Dinda merasa tak nyaman. Risih. Apalagi dia sedang beranjak remaja, sudah baligh sejak dapat mens pertamanya sebulan yang lalu.

Ibu menatap jendela kamar Dinda. Kamar itu memang bersebelahan persis dengan gang tempat orang biasa lalu lalang. Tinggal di perumahan padat penduduk memang sungguh tak enak. Sumpek. Dan serba berhimpitan.

"Nanti kalau ada yang ngasih upah cuci baju, Ibu beliin tirai ya," Ibu tersenyum.

***

Dinda baru pulang sekolah saat dia melihat jendela kamarnya sudah bertirai. Warnanya pink! Cantik sekali. Ada bordir bunga-bunga di tepinya. Dipasang ibu dengan cara dipakukan ke kusen jendela.

"Gimana? Bagus kan?" Ibu muncul dari balik pintu.

"Bagus Bu! Sukaaa.. Sekarang Dinda sudah bisa tidur siang dengan aman ya Bu."

Ibu mengangguk. Tersenyum. Dinda tidak tau, tirai itu adalah kerudung Ibu satu-satunya. Pemberian dari Bu Anti, tetangga mereka, saat pulang haji kemarin.

Ibu melangkah keluar kamar. Puas melihat Dinda yang terus tersenyum sambil bergumam 'tirai baru'. Ditengoknya sekali lagi tirai pink itu. Ah, biarlah niatannya memakai jilbab harus tertunda. Tuhan pasti paham alasannya.

*untuk memeriahkan Prompt Lampu Bohlam #7: Tirai

Prompt #9: Parfum



Rimbunan pohon bambu. Selepas itu jembatan yang paling besar di kota kecamatan ini, berdiri kokoh melintasi sungai lebar yang airnya selalu kecoklatan.  Lalu setelah tikungan di depan itu, aku sampai ke rumahmu Nin. Tunggu aku.

Lima tahun berlalu sejak saat itu, tak pernah sekalipun aku alpa menjengukmu setiap libur lebaran. Tak pernah aku alpa membawakan parfum kesukaanmu. Parfum dengan aroma yang selalu mengingatkanku akan wangi tubuhmu. Ah, aku rindu kamu Nin.

Kuparkir motorku. Kurapikan baju batikku. Aku selalu dandan rapi setiap kali hendak menemuimu. Kamu tahu itu.

Sebelum melangkah menuju rumahmu, kuambil kantong plastik yang sudah kusiapkan di stang sepeda motor. Lalu aku segera masuk. Rumah Nina selalu rapi, sepertinya baru saja dibersihkan. Apakah dia tau kalau aku mau datang? Padahal, selama ini tak pernah sekalipun kuberitahukan padanya rencana kedatanganku. Nina paling suka kejutan.

Hai Nin..

Aku datang lagi. Aku membawakan parfum kesukaanmu,” kurogoh kantong plastik yang kubawa. Kukeluarkan botol kaca keemasan dengan pita pink terikat di leher botol. Kuletakkan di sisinya.

Tapi maaf Nin, mungkin itu akan jadi parfum terakhir dariku..” kepalaku tertunduk.

Lima tahun sudah cukup bagiku Nin. Aku sudah menemukan calon isteri sekarang. 2 minggu lagi kami akan menikah,” aku menarik nafas panjang.

Ini undangan kami,” kuambil benda lain dari dalam kantong plastik tadi. Sebuah undangan pernikahan.

Terima kasih atas semuanya Nin.. Tapi aku tak bisa terus begini. Aku harus melangkah lagi. Wanita itu telah mengulurkan tangannya padaku,” aku bangkit.

Selamat tinggal ya Nin. Jangan sedih, sesekali nanti kukenalkan kau dengannya..

Kuusap batu nisan di atas pusara itu, lalu melangkah pergi.

Kustarter sepeda motor, pelan meninggalkan pemakaman keluarga besar Nina, rumah peristirahatannya yang terakhir. Di tengah jembatan kuberhenti sejenak. Matahari sedang tenggelam di ujung sungai. 


*ditulis untuk memeriahkan Prompt #9: Parfum

Kamis, 04 April 2013

Love my new header


Ini tentang rumah saya yang satunya. Yang di wordpress itu lhooh. Tadi otak-atik themesnya, lalu kepengen ganti header. Setelah gugling, nemu gambar yang lucu di mbah gugel. Aduh, saya minta ijinnya di sini deh ya buat pake itu gambar jadi header, soalnya setelah gugling saya nemu gambar serupa banyak dipake dimana-dimana. Jadi sepertinya bebas gitu.

Yang jelas, makasih banget buat yang udah bikin ilustrasi manis keluarga muslim ini. Sekarang tampilan wordpress saya jadi kayak gini 


Ahh.. Loove iit :-*


Selasa, 02 April 2013

"Kita bertiga terus selamanya yaa.."


Siapa bilang kehidupan pernikahan melulu berisi hal yang indah-indah saja? Ya mungkin, dalam 3 bulan pertama, bisa jadi pengalamannya indah-indah semua. Pan masih baru. Tapi, selewat itu, kerikil-kerikil kecil mulai bikin jalanan nggak mulus. Batu-batu besar sesekali menghalangi jalan. Angin semakin kencang. Bahkan badai sesekali bisa juga datang.

Yah, begitu juga yang saya rasain selama 2 tahun lebih membina rumah tangga *cieehh bahasa gue. Adakalanya saya sama suami seneng-seneng, romantis-romantisan, tapi nggak jarang juga sebel-sebelan, marah-marahan, berselisih paham. Dan kemarin adalah salah satunya.

Yah, dari tipe orangnya juga udah keliatan kalau saya sama suami itu beda. Saya orangnya perhatian, romantis *hueks* dan haus perhatian, juga menuntut sedikit keromantisan juga. Tapi suami, orangnya cuek, humoris, nggak romantis, dan menuju workaholic (ini random banget sih sifat-sifatnya). Intinya tuh, kalau dalam keseharian saya pengennya diperhatiin, eh tapi suami sibuk sama kerjaan. Udah merhatiin, eh malah dicuekin. Sebenernya ngerti siiih, paham siih, tapi kalau lagi sensitif yaa, udahlah. Ngambek. Itu yang terjadi hari kemarin. Saya ngambek. Dikit :p

Tapi tumben loh, suami sore menjelang pulang chat-chat gitu, padahal biasanya saya yang chat duluan. Pake bilang nanti di rumah mau cerita. Hmm...mulai penasaran.

Singkat cerita, malamnya menjelang tidur kami ngobrol-ngobrol. Ternyata, temennya suami ada yang lagi kena masalah. Isterinya minta cerai. Saya kaget juga. Secara saya tau orangnya, pernah ketemu. Dia juga sering pulang bareng suami karena rumah kami jalannya searah dari pusat Jakarta (dia di Depok, kami di Cibubur. Ya jauh juga si :p). Jadi sering nemenin perjalanan pulang suami.

Ujung pangkal masalahnya sebenarnya dari komunikasi. Ya, komunikasi antara suami-isteri yang kurang bagus, dan akhirnya merembet kemana-mana. Bahkan sudah melibatkan pihak keluarga masing-masing. 

"Kasian dia, tadi tuh males pulang karena udah ditungguin isterinya di rumah. Mau ngomongin soal yang itu,"

"Dia nangis nggak Yah?"

"Nggak si. Cuma ngomongnya terbata-bata, sambil berkaca-kaca. Kasian..."

"Ayah langsung inget Raihan"

Kebetulan temennya ini punya anak bayi, lebih kecil dibandingkan Raihan.

"Bunda nanti jangan pernah kayak gitu ya?"

"Ya nggak lah..."

"Nanti kita bertiga terus selamanya yaaa.."

Dia merengkuh saya dan Raihan yang sudah pulas (aslinya saya suka sebel kalau dia peluk-peluk atau cium-cium Raihan yang udah lagi tidur. Tapi ini pengecualian). Tiba-tiba saya jadi mellow. Kalau liat anak, rasanya apapun bisa dihadapi. Apapun. Hiks.. 

Dan semalam, dia memeluk kami lebih erat dari biasanya


Gambar diambil dari sini



 

Senin, 01 April 2013

Belajar Food Fotografi

Tentang hobi saya, selain baca-tulis dan menghias rumah (kalo lagi punya duit), saya juga suka motret. Terlebih saya sangat tertarik dengan food fotografi. Berawal dari seringnya blogwalking ke 'rumah' para food blogger, saya yang tujuan awalnya mencari resep makanan, malah terpesona dengan foto-foto makanan mereka yg selalu sukses bikin ngeces. Awalnya saya pikir cuma foto biasa, tapi semakin banyak bw dan semakin banyak baca, saya baru tau kalau fotografi makanan itu juga ada ilmunya. Seiring dengan pemahaman itu, saya pikir awalnya food fotografi ini berlaku untuk mereka yang punya kamera bagus. Tapi pemikiran saya terpatahkan begitu tau kalau banyak diantara food blogger yg ga pake kamera bagus, cuma pake kamera saku, bahkan ada yang pake henpon.

Nah, setelah tau itu saya jadi semakin bersemangat buat motret yang enak-enak. Kebetulan weekend ini ada banyak waktu. Saya sempetin deh buat foto-foto. Dan ini niat lho, saya pake background, cari spot yg tepat, pake properti, dan juga hiasan. Hasil dari teori yang saya dapat dari baca-baca di internet. Oya, ini tuh murni soal fotografi doang, karena saya nggak masak. Yang masak itu si mamak. Hihihihihi..

Dan ini beberapa jepretan saya. Maaf jelek dan berantakan. Pemula soalnya :D



*dan ternyata, tulisannya kegedean ya? Huhuhu..soalnya ngeditnya di hp aja, jadi nggak keliatan size sebenarnya di komputer


LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...