Senin, 22 November 2010

Meracik jadwal menu mingguan

Saya sedang belajar untuk membuat jadwal menu mingguan, untuk mengubah kebiasaan lama *yaah, nggak lama-lama amat si* :

belanja bahan masakan apa saja, sekaligus banyak saat weekend---menyimpan semua di kulkas---saat akan memasak, melihat isi kulkas dan memasak sesuai keinginan sesuai bahan yang sudah dibeli

tapi, saya sering membuang isi kulkas :( Biasanya karena belanjanya kebanyakan (pas lagi ada di supermarket atau di pasar, secara naluri pengen beli banyak, sambil berpikir nanti akan dimasak ini, nanti akan dimasak itu. Tapi, setelah di rumah, ternyata masaknya ga sempet, atau males. Jadilah bahan2 yang tidak tahan lama itu tidak termasak)

Dan sekarang, untuk menghindarkan kemubadziran, saya ingin coba membuat menu makan mingguan. Biar jelas apa yang akan dimasak. Biar terpakai semua yang dibeli.

Ada yang berpengalaman? Share yaah... ---->masih pemula, masih harus banyak belajar

By the way, 2 minggu yang lalu waktu jalan-jalan ke Gramed saya liat buku ini. Pengen beliiiiiii... ^_^


Rabu, 27 Oktober 2010

Antara Blogspot dan Multiply

Padahal saya sudah berniat dengan sungguh-sungguh kalau saya akan merawat blog ini dengan sebaik-baiknya. Tapi sampai sekarang, saya masih suka menulis semua-mua di multiply. Jadi, 2 entry terbaru di sini adalah hasil import dari rumah sebelah..

Yah...memang agak keteteran mengurus kedua-duanya *kayak apa aja -_-"
Untuk sementara waktu, seperti ini rasanya cukup :)

Test Pack!

Sebelum menikah, saya sempat berpikir untuk sedikit menunda mempunyai anak. Entahlah, tidak jelas kenapa saya kepingin seperti itu. Yang ada di pikiran saya, saya ingin bersenang-senang. Puas-puasin jalan-jalan, belanja-belanja, heboh-hebohan dulu..heheh *blushing* Saya ingin bebas, paling tidak sampai awal tahun depan. Biar saya bisa 'senang-senang' sampai akhir tahun, juga biar tidak terlalu lama saya ditinggal pulang malam oleh suami. Paling tidak, kalau pertengahan tahun depan suami sudah menyelesaikan kuliahnya *aamiin*, saya bisa ditemani di setengah terakhir perjalanan kehamilan *beuuh, bahasanya!!!


Tapi, seiring berjalannya waktu yang baru beberapa minggu, ternyata keinginan saya berubaahh. Saya ingin punya anak!!! Pasti ini provokasi dari dia yang dari awal tidak menyetujui keinginan saya.


Dan saya rupanya tidak sabar *betapa sungguh manusia cepat sekali berubah keinginan. Kalau badan rasa tidak enak sedikit, wahh..jangan-jangan tanda-tanda nih. Kalau perut rasa mual sedikit *padahal aslinya perut saya sering mual*, waah, jangan-jangaaann…. Daaan sebagainya.


Jadi, karena sangat penasaran, suatu hari saya ingin tes kehamilan. Sebenarnya dalam hati sangat terpikir: baru juga berapa minggu, masa iya sih? Tapi, daripada saya mati berdiri saking penasarannya, saya putuskan untuk membeli test pack.


Sepanjang siang itu, saya sudah meyakinkan diri sendiri kalau saya masih muda dan imut *silakan buat yang ingin muntah*. Dan saya malu kalau harus membeli ‘barang itu’ di apotek. Apa kata mbak-mbak pelayannya nanti?? Saya bahkan sudah menyusun jawaban di kepala kalau nanti ditanya oleh mbak-mbak di sana:

“Buat siapa ini mbak??”

saya akan menjawab:

“Buat kakak saya”

atau

“Oooh…saya dititipin”

atau

“Temen mbak…”


-_______-“




Tapi toh akhirnya saya menyempatkan diri juga sepulang aktivitas sore itu berbelok ke apotik.

Sedari pintu masuk, mbak-mbak ramah sudah menawarkan diri untuk membantu. Tapi saya pasang senyum manis saja dan menolak halus. Muter-muterin apotik, tapi nggak nemu yang dicari saking groginya. Akhirnya, saya beranikan juga tanya sama mbaknya: “Mbak, test pack di sebelah mana ya?” *tanya sambil menenangkan diri*

Dan ditunjukkanlah saya ke deretan di bagian tengah apotik yang memang belum sempat saya lihat. Setelah itu, dikasih pilihan sama si mbak. Mau yang tetes, atau yang celup *emangnya teh?? -_-“

Dan saya pun bertanya ini itu, dan si mbak pun menjawab ini itu.

Singkat kata, tidak ada pertanyaan: “Buat siapa mbak?” hahaha *ketawa dongdong

Singkat cerita lagi, saya tidak kenapa-kenapa kok, saudara-saudara. Bahkan tu test pack tidak berfungsi sebagaimana mestinya *mungkin saya yang nggak tau cara pengetest-annya :p



Dan sekarang, hanya bisa berdoa, semoga suatu hari nanti, entah kapan pun itu, saya diberikan kesempatan untuk menjalankan tugas mulia sebagai Ibu. Juga untuk saudari-saudariku. Yang belum menikah, yang akan segera menikah, yang telah menikah, semoga kita dipercaya mengasuh titipanNya nanti… dan membawanya menjadi anak yang soleh dan solehah. Sekarang, saatnya berbenah diri. Memperbaiki diri, dan terus belajar. Biar nanti, bisa jadi orangtua yang baik untuk anak-anak kita. Setuju? ^_^



GREAT decision, GREAT thinking


Hal pertama yang sangat ingin saya lakukan di kantor pagi ini adalah menulis. Oleh karena itu, setiba di meja, dan setelah menyelesaikan sisa pekerjaan kemarin sore-sementara orang-orang baru mulai berdatangan ke kantor-saya segera duduk manis di depan komputer.

Berawal dari pertanyaan suami tadi malam: “Kita, sampai kapan ya tinggal di Jakarta?”

Saya hanya menoleh dan menampilkan wajah ingin tau. Dia kembali berbicara, Kamu nggak bisa pindah ya?”

“Bisa. Tapi, nggak tau deh,” kata saya penuh ketidakyakinan. “Mungkin, sepuluh tahun lagi?” saya berkata lagi sambil menoleh ke arahnya.

“Bosen. Jakarta macet banget,” katanya sambil menghembuskan napas. Dan perbincangan kami mengenai Jakarta pun berakhir.

Ternyata, tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, suami saya melanjutkan pembicaraan mengenai hal itu lagi.

“ Kemarin itu, dapat tawaran buat pindah ke Semarang,” katanya.
“ Oooh… terus?” tanya saya.
“ Sebenernya, kalau di swasta, tawaran pindah ke daerah itu kesempatan emas.”
Suami saya memang bukan PNS. Dia pegawai salah satu bank swasta dan bekerja di kantor pusat.
“ Itu kesempatan untuk masuk ke level manajerial.”
Dulu, sebelum menikah, suami saya pernah mendapat tawaran untuk pindah ke Bogor. Tapi dia menolaknya karena rencana pernikahan itu. Dan kemarin, dia mendapat tawaran lagi. Pindah ke Semarang. Saya hanya diam. Sungguhpun, saya tidak berniat menghalang-halangi kalau dia ingin mengejar karirnya.

“ Tapi ini yang terbaik dari Allah ya?” katanya. “Lagian, aku kan masih kuliah. Sayang, masak ditinggal begitu aja. Trus, kalau kamu nanti ditinggal, bisa-bisa nangis terus.” Saya hanya memonyongkan bibir.

“ Mungkin, nanti bisa dipertimbangkan lagi ya, kalau udah selesai kuliahnya?” katanya lagi.

“ Iya,” jawab saya sambil tersenyum.

Suami saya, insya Allah, kalau lancar dan tidak ada halangan, lulus pertengahan tahun depan. Mau tidak mau, saya berpikir. Andai dia memang berniat pindah, lantas apa yang akan saya lakukan?

Pertama, saya bisa keluar (???) dari PNS-yang mungkin baru saja saya dapatkan SKnya pada saat itu-dan mengikutinya pindah. Mungkin saya bisa melanjutkan kuliah saya sementara dia bekerja. Lalu setelah lulus, saya bisa melamar pekerjaan lagi di suatu tempat entah dimana. Tapi, hei? Tidakkah saya sayang? Saya keluar dari pekerjaan  ini begitu saja, sementara beribu-ribu orang berlomba-lomba mendapatkan apa yang saya dapat sekarang?

Atau, yang kedua, saya tetap tinggal di Jakarta, sementara suami tinggal di daerah. Long Distance Marriage?? Saya miris membayangkannya. Ditinggal pergi ke Jogja (mulai hari ini) selama lima hari saja membuat saya hampir mewek tadi pagi (lebay yah??). Apalagi hubungan jarak jauh?

Opsi yang ketiga adalah pindah instansi. Dan ini yang paling menenangkan di antara semua pilihan sebelumnya. Tapi, bisakah? Dan kalaupun bisa, tidakkah memakan waktu yang lama dengan prosedur yang berbelit-belit??

Dan entah kenapa, walaupun itu hanya perbincangan sekilas sebelum memulai aktivitas, saya terus-menerus memikirkannya. Bagaimana kalau benar-benar pindah? Pasti akan jadi hal yang sangat mengharukan kalau tiba saatnya saya berpisah dengan teman-teman kantor. Ah, saya benci perpisahan. Apalagi saya mulai mencintai tempat ini.

Setidaknya, saya masih punya cukup waktu untuk memikirkannya lagi. Dan semoga, kalau saat itu benar-benar datang, saya bisa memberikan keputusan terbaik.

Rabu, 15 September 2010

Tak taulah....


H+4 setelah lebaran, sekaligus H-4 sebelum tanggal pernikahan
Banyak orang yang menanyakan keberadaan saya di kantor. Beragam pertanyaan dilayangkan. Nggak di dunia nyata, nggak di dunia maya, hihi..
“ Kok masih masuk kantor?”
“ Loh..capeng kok nggak dipingit?”
“ Kapan mulai cuti?”
“ Kok masih di sini? Emang nikah dimana?”
Dan lain sebagainya

Dan saya hanya menanggapi dengan tersenyum,” Nanti, hari Kamis pulang lagi” >>> means H-2.

Mau bagaimana lagi kawan. CPNS belum dapat cuti tahunan. Jadi, walaupun saya menangis merengek sekalipun, saya nggak bakal dikasih ijin untuk cuti sesudah lebaran. “Nanti ada sidak lho!” begitu katanya. Mana berani lah saya menghadapi kata-kata sidak itu. Tak diangkat jadi PNS nanti gimana pula??

Tapi alhamdulillah, boss sangat kooperatif dan inisiatif. Setelah dicek, ternyata CPNS punya hak untuk mengajukan cuti karena alasan penting. Cuti karena alasan penting itu antara lain, cuti karena ada orang tua atau saudara yang meninggal, cuti karena sakit keras, dan cuti untuk menikah. Pokoknya, untuk urusan yang sangaaaat penting, baru dibolehkan mengambil cuti ini. Tapiiii…teteep.. potongan diberlakukan. Jadi biarpun namanya cuti, tetap kena potongan lho yaa.. Ah, kalau saya si, tidak begitu ambil pusing dengan potongan ini. Menikah itu sekali seumur hidup! (Aamiin…insya Allah…) Urusan materi, nanti saja dikesampingkan. Dan akhirnya, saya pun sukses meminta ijin cuti 6 hari *senyum lebar

Kembali ke kantor, kembali ke kos, kembali ke kehidupan seperti sebelum lebaran. Entah kenapa, mood saya naik turun. Apa ini efek psikologis sebelum menikah? Pre marriage syndrome?? Fufufufu… entahlah.. Yang jelas, 2 hari di Jakarta saya merasa sangat kesepian. Padahal ada teman-teman kos yang juga sudah masuk kantor (beginilah nasib pegawai termuda…), dan ada juga adik yang dengan kasihannya harus menemani saya selama di Jakarta, karena saya tidak diperbolehkan balik sendiri.

Mungkin saya bisa jelaskan alasan mengapa saya merasa sepi sendiri tak ada yang menemani *hallah!!. Yang pertama, saya memikirkan orang-orang di rumah yang sedang sibuk, ribet, ramai mempersiapkan segala keperluan hari H. Yang bertugas masak mulai memasak, yang bertugas mendirikan tenda mulai mendirikan tenda, dan sebentar lagi tamu-tamu berdatangan untuk kondangan. Meriah.

Yang kedua, hal yang sama juga saya bayangkan terjadi di Temanggung sana, kampung asal calon suami. Dia memberitahu kalau di sana juga sudah mulai mempersiapkan segala tetek bengek untuk hari H dan acara yang juga rencananya akan diadakan di Temanggung 2 hari sesudah hari H. Pasti semua orang sedang sangat sibuk.

Sementara ituuu… saya di kantor kesepian. Orang-orang sebagian besar masih cuti. Saya merasa diabaikan, jauh dari segala keramaian. Saya merasa, seharusnya sayalah yang jadi pusat perhatian, tapi kenapa saya terlupa?? Tidak ada yang mengabari saya, tidak ada yang mengingat calon mempelai wanita ini. Heyy, saya kan yang akan menikah?? *huhu…sungguh pemikiran yang kekanak-kanakan.

Pada akhirnya, saya mencoba berbesar hati. Mereka semua pasti sedang sibuk. Mereka sedang mempersiapkan yang terbaik. Jadi tidak boleh berpikiran seperti anak kecil lagi. Mungkin.... ya, mungkin, saya hanya kesepian di sini. Di kantor yang penghuninya belum lengkap ini. Tidak ada yang mengajak saya ngobrol ataupun bercanda, sehingga saya kepikiran yang jauh di sana, heuheu….



O iya, ngomong-ngomong, sebaiknya, saya apakan ya, adik laki-laki saya satu-satunya?? Duuh… kasihaaan kalau ingat dia di kos seharian. Tidak bisa membawanya jalan-jalan karena tidak ada waktu. Seharian dari bangun tidur sampai maghrib di rumah terus, tidak kemana-mana. Pasti sangat bosan. Untung tidak lama-lama, hanya 3 hari 2 malam. Sabar yaaa… huhu..

Dan sekarang, terhitung H-3 sebelum tanggal. Ya Allah, lancarkan, mudahkan segala urusan kami…. Aamiin….

Jumat, 03 September 2010

The Story of Invitation



Undangan Andiah-Uut

Akhirnyaa... kemarin yang dinanti-nanti datang juga. Berawal dengan sapaan Pak Pos yang melongokkan kepala ke dalam ruangan kantor, diikuti dengan pandangan penasaran seorang gadis manis *itu saya, itu saya!!* melihat paket yang dibawa pak Pos.

Laluu... "Ibu Andiah di sini?"

dan paket pun segera berpindah tangan. 
Dan setiap kali ada orang melihat bungkusan kardus itu, kata-kata yang keluar adalah: " Waah, apa tuh??!" Ada yang bilang seperangkat alat sholat-lah, ada yang bilang mas kawin-lah, ada yang bilang baju pengantin-lah, dan ada juga yang menebak dengan benar: undangan. Tapi saya mematahkan semua tebakan asal-asalan itu dengan tertawa manis dan sebuah pernyataan: "Yee.. orang isinya makanan kok!" Ups, boong deh! Tapi boong becanda jadi ga pa pa kan? Lagian saya juga lagi ga puasa *dwooohh..

Oya, kisah selanjutnya adalah mengenai perjuangan saya membawa paket yang sudah dinanti-nantikan itu pulang ke kosan. Di tengah hujan deras, di antara deru bajaj yang saya naiki, seorang pengendara motor dengan santainya ngebut di sebelah kiri bajaj. Dan yang terjadi adalah.... BYUUUURRR!!! Bayangkan! Padahal saya naik bajaj! Naik bajaj, saudara-saudara! Tapi kenapa saya masih kuyup kena cipratan air dari pengguna jalan raya yang tidak berperasaan ngebut saat hari hujan??? Kenapa, oh kenapa??!! Nilai moralnya adalah: jangan naik bajaj saat hujan deras *piss buat para tukang bajaj

Dan karena sudah telanjur basah, jadilah saya hujan-hujanan sekalian. Setelah naik bajaj, saya ngojek. Maklum, jalan masuk gang sempit, jauh, dan tangan saya tidak muat membawa barang-barang itu:  tas tangan, kardus, dan sepaket cokelat buat lebaran. Sampai di depan pintu kos, disambut oleh mbak asisten rumah tangga Ibu kos yang histeris melihat saya kuyup dari atas sampai bawah. "Kenapa nggak minta dijemput  di depan gang aja Mbak??" Hihi...

Masih dalam kondisi basah-basahan, saya dengan tidak sabar membuka bungkusan yang sudah sukses bikin saya penasaran setengah harian itu. Dan taraaa.... segepok undangan berwarna keemasan pun ada di pelukan saya *cieeh

Overall, lumayan puas dengan undangannya. Sederhana. Sangat biasa. Sebenernya si saya pengennya undangan yang hardcover, tapi Mas itu dan Ibu bilang nggak usah. Nggak boleh malah katanya. Mahal-mahal buat apa? Ya sudah, saya manut saja. Sempat membanding-bandingkan dengan undangan-undangan yang masih bertebaran di kosan. Bagus-bagus. Melihat ke undangan sendiri. Ini juga bagus kok, dan hemat *mencoba berpikir efisien. Uangnya bisa dipakai untuk yang lain-lain. Buat apa bikin undangan mahal-mahal?

Selanjutnya, mencetak list nama dan menyebarnya wiken ini. Momennya sedikit kurang pas. Saya yakin sudah banyak yang mudik. Tapi nggak papa, harus tetep semangat!

H-15



Rabu, 01 September 2010

Menunggu yang tak pasti

Yep. Menunggu itu salah satu pekerjaan yang tak menyenangkan bukan? Dan itu yang sedang saya lakukan beberapa hari ini. Menunggu paket kiriman pos. Paket yang sangat penting. Yang akan menentukan kelangsungan masa depan saya *lebaiiiiii.... Paket itu adalah......... paket undangan pernikahan!!! *nah loh, penting kan??!!

Oke, let us see.. H- berapakah ini?? kalo dihitung secara penanggalan kalender si, ini adalah H-17. 17 hari lagi!! Well, dan undangan masih berada di tempat antah berantah antara Purbalingga-Jakarta *Ya Allah, semoga paket itu sampai dengan selamat.. aamiin...

Dan kesibukan selanjutnya akan menyusul setibanya paket itu sampai di tangan: melabeli dan mengirimnya. Semangat, semangat! Paket, cepatlah kau datang. Penasaran sama fisik undangannya =P


*bukan undangan sebenarnya

Selasa, 31 Agustus 2010

Pembukaan

*kayak mau baca Undang-Undang Dasar aja 

Baiklah, sebelum memulai kehidupan baru di sini, mungkin ada baiknya saya memperkenalkan diri terlebih dahulu.. Jadi, saya adalah penghuni baru di blogspot yang sudah lama tinggal di kampung Multiply. Saya punya akun di MP, dan masih aktif sampai saat ini. Lantas, kenapa saya membuat akun di blogspot? Tak lain dan tak bukan adalah, karena saya ingin berbagi mengenai pernik kehidupan pernikahan saya-yang sebentar lagi, insya Allah akan saya jalani. Entah mengapa, saya ingin menyajikan kehidupan baru saya itu secara tersendiri, terpisah dari keseharian saya nongkrong sebagai lajang di rumah sebelah. Itulah alasannya mengapa saya membuat blog baru. Bukan berarti rumah yang lama tersebut akan saya tinggalkan. Tidak sama sekali. Saya akan masih sering mengunjunginya, dan nongkrong di sana sebagai seorang Andiah yang seperti biasa *emang biasanya kayak apaan??

Semoga saja, saya berharap, kedua rumah saya ini tidak ada yang saya telantarkan *kalo bo'ong, jitak!
Oya, kalau ada di antara kalian yang penasaran (sebenernya, kayak apaan si, rumah di multiplynya Andiah??) silakan, boleh mampir di sini juga. Saya sudah ngeMPi sedari kecil *yang ini asli bo'ong* jadi mohon dimaklumi, kalau tulisannya hancur, berantakan, dan nggak banget. Namanya juga pemula *duluuuu, heheheh.

Baiklah, perkenalannya sampai di sini dulu yaa..
Tunggu kabar baik dari saya selanjutnya ;)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...