Jumat, 12 April 2013

Tirai Ibu

"Bu, kamar Dinda ini lhoo, terbuka banget kalo siang," Dinda, gadis remaja baru masuk SMP itu melipat muka.

"Kenapa?" Ibu bertanya. Menoleh dari aktivitas membersihkan debu di pigura foto almarhum suaminya, ayah Dinda.

"Ituuu, jendela kamar kan nggak ada tirainyaa.."

Ibu menghela napas. Memang benar, jendela kamar Dinda tidak bertirai. Selama ini Dinda juga tak pernah protes sebenarnya. Tapi kali ini...

"Banyak orang lewat di gang samping itu. Dinda nggak nyaman kalau tidur siang, bisa diliat orang dari luar kalo jendelanya dibuka. Kalo ditutup panas Bu..''

Ah, rupanya itu. Dinda merasa tak nyaman. Risih. Apalagi dia sedang beranjak remaja, sudah baligh sejak dapat mens pertamanya sebulan yang lalu.

Ibu menatap jendela kamar Dinda. Kamar itu memang bersebelahan persis dengan gang tempat orang biasa lalu lalang. Tinggal di perumahan padat penduduk memang sungguh tak enak. Sumpek. Dan serba berhimpitan.

"Nanti kalau ada yang ngasih upah cuci baju, Ibu beliin tirai ya," Ibu tersenyum.

***

Dinda baru pulang sekolah saat dia melihat jendela kamarnya sudah bertirai. Warnanya pink! Cantik sekali. Ada bordir bunga-bunga di tepinya. Dipasang ibu dengan cara dipakukan ke kusen jendela.

"Gimana? Bagus kan?" Ibu muncul dari balik pintu.

"Bagus Bu! Sukaaa.. Sekarang Dinda sudah bisa tidur siang dengan aman ya Bu."

Ibu mengangguk. Tersenyum. Dinda tidak tau, tirai itu adalah kerudung Ibu satu-satunya. Pemberian dari Bu Anti, tetangga mereka, saat pulang haji kemarin.

Ibu melangkah keluar kamar. Puas melihat Dinda yang terus tersenyum sambil bergumam 'tirai baru'. Ditengoknya sekali lagi tirai pink itu. Ah, biarlah niatannya memakai jilbab harus tertunda. Tuhan pasti paham alasannya.

*untuk memeriahkan Prompt Lampu Bohlam #7: Tirai

10 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...