Kamis, 31 Mei 2012

Kisah Kelahiran Raihan (part I)

Mengisi kembali halaman kosong di blog yang mulai berdebu ini. Karena kesibukan baru menjadi new Mom, jadi belum sempat menulis-menulis lagi. Beberapa tulisan ke depan sudah diposting di multiply, hanya copy-paste saja ke blogspot.



Catatan ini dibuat untuk mengenang proses kelahiran Raihan. Sebagai pengingat perjuangan hari itu, saat aku mengantarkan jagoan kecilku melihat dunia. Semoga, suatu hari nanti, Raihan juga bisa membacanya, sehingga dia tau bagaimana perjuangan ayah bunda dan cinta kami kepadanya. Happy reading :)

Kamis, 23 Februari 2011

Suami berangkat dari Jakarta. Pulang ke Purbalingga setelah 2 minggu sebelumnya mengantarku pulang kampung menjalani masa cuti. Sebenarnya rencana awal mau berangkat Jumat malam, tapi keburu kehabisan tiket kereta. Jadi dia mengambil cuti sehari di hari Jumat dan meluncur ke stasiun Kamis malam sepulang dari kantor.

Jumat, 24 Februari 2011


Sekitar jam 3 dinihari, suami sampai di rumah. Setelah itu, dia beristirahat sampai pagi. Pagi sampai siang hari, kami tidak kemana-mana. Padahal biasanya, setiap pulang kampung kami pantang melewatkan waktu berdiam di rumah. Sayang sekali.

16.30
Aku dan suami baru keluar jalan-jalan. Sebentar saja, hanya putar-putar kota dan membeli mi ayam. Sebelum maghrib, kami sudah sampai kembali di rumah. Sore itu sebenarnya kami juga berencana untuk membeli keperluan dedek yang belum lengkap, seperti bak mandi bayi, alas ompol yang dirasa masih kurang, dll. Tapi karena berangkat terlalu sore, kami berencana untuk berbelanja keesokan harinya saja.

Setelah makan mi ayam, aku merasa tidak enak perut. Sendawa terus menerus rasa mi ayam. Yaiks!! Pengen muntah. Sepanjang sore itu aku terus bilang kalau aku keracunan mi ayam, heheh

Menjelang malam, setelah berbincang-bincang lumayan lama dengan bapak, ibu, om (yang kadang2 suka nginep di rumah sepulang kerja), aku dan suami pun beranjak tidur.

Sabtu, 25 Februari 2012

00.30
Dini hari itu aku terbangun. Kebelet pipis. Tapi malas beranjak dari tempat tidur. Masih dalam posisi tiduran, kuputuskan untuk menahan pipis saja, biar besok pagi saja. Tapi tiba-tiba aku seperti merasa ada yang keluar. Yaahh, ga bisa ditunda lagi pipisnya. Akupun beranjak ke kamar mandi.

Selesai pipis, saat hendak ke ruang tengah, aku merasa ada cairan yang keluar lagi. Kupikir, pipisnya belum tuntas. Akupun kembali ke kamar mandi. Tapi di sana, aku terkejut saat mendapati ternyata cairan itu keluar dengan sendirinya. Mengalir lumayan banyak. Pecah ketuban! Sambil menenangkan diri aku mengetuk-ngetuk pintu kamar ibu. Saat ibu akhirnya membuka pintu, kubilang kalau ketuban sudah pecah. Saatnya ke rumah sakit. Sementara itu, cairan putih bening itu masih mengalir membasahi lantai keramik di bawah. Aku segera ke kamar, membangunkan suami yang segera bangkit dengan kaget. Setelah itu, aku ganti pakaian, sementara cairan itu masih terus mengalir.

Saat itu kami belum mempersiapkan apapun. Kupikir, masih lama perkiraan lahir si dedek, jadi kami belum perlu mempersiapkan keperluan untuk dibawa ke rumah sakit sewaktu-waktu. Ibu malam itu yang menyiapkan segala sesuatunya. Menyiapkan beberapa potong bajuku, baju, popok, perlak, dll bakal keperluan si kecil yang sudah dicuci dan tertata rapi di lemari. Suami memasukkan beberapa potong bajunya ke dalam tas gendongnya. Tak lama kemudian, aku, ibu, dan suami pun segera meluncur ke rumah sakit. Bapak tinggal di rumah. Sementara Om masih tidur. Tidak tahu sama sekali kalau kami keluar.

01.00
Kami sampai di RSIA yang sudah ditetapkan menjadi bakal calon tempat bersalin. Setelah diperiksa bidan segala macam, diputuskan bahwa aku harus menginap. Ketuban sudah merembes, pembukaan masih pembukaan satu tapi sempit, jadi akan dilihat perkembangan sampai keesokan harinya. Dini hari itu, aku diinfus antibiotik untuk menjaga agar ketuban tetap baik-baik saja sampai waktunya nanti diambil tindakan.

09.00
Aku dibawa ke ruang bersalin. Akan segera diambil tindakan pagi itu. Induksi. Saat itu, aku masih tenang, tidak terpikir apa-apa mengenai persalinan. kontraksipun tidak ada. Dalam pikiranku hanya satu, akhirnya, saatnya akan tiba juga. Saat aku akan bertemu dengan buah hati yang selama sembilan bulan menghuni rahimku.

Sementara itu, sebelumnya Ibu sudah dijemput Bapak selepas subuh. Mereka masih harus ngajar. Jadi saat aku dibawa ke ruang bersalin, hanya suami saja yang menemani.

Melalui selang infus, cairan induksi itu masuk sedikit demi sedikit ke dalam tubuh. Aku dan suami berbincang-bincang terus. Belum ada rasa apa-apa. Bidan berpesan, kalau kebelet pipis atau apapun, panggil saja mereka. Nanti saya akan diajari pipis di pispot. Pipis di pispot?? Oohh, tidak! Kedengarannya menjijikkan. Tapi akhirnya aku pipis juga beberapa kali di ruangan itu. Bahkan, sampai di akhir-akhir, tidak hanya pipis, pup juga keluar, hiiyy. Ah, saat itu sudah tidak terpikirkan lagi apa yang keluar dari tubuh. Hehe

Menjelang siang, aku mulai merasakan nyeri, tekanan, rasa sakit di perut bagian bawah. Awalnya biasa saja, tapi semakin lama semakin tekanan itu semakin kencang, semakin sakit, semakin sering, dan semakin lama bertahan. Dari yang awalnya kalimat-kalimat yang keluar adalah: Subhanallah, Masya Allah, Astaghfirullah, Allahu Akbar. Dari yang sebelumnya aku bisa membaca doa "Laa ilaaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadz dzolimiin" (doa nabi Yunus saat di perut paus). Sampai akhirnya hanya bisa merintih-rintih, bahkan akhirnya berteriak-teriak. Sungguh sebenarnya aku tidak ingin berteriak-teriak. Sejak awal mempersiapkan diri menghadapi persalinan, aku sudah bertekad tidak berteriak-teriak. Tapi ah, rasa sakit itu semakin menyiksa. Tiada henti. Semua teori tentang teknik pernapasan untuk mengurangi nyeri menguap entah kemana.

Suami di samping terus memberi semangat dan dorongan. Dia nyaris tidak beranjak dari tempat itu. Dia yang memeluk, menguatkan, mencium, menenangkan. Sebaliknya, setiap dipeluk, aku balik memeluknya dg sangat kencang. Tanpa sadar mencakari punggungnya. Selesai persalinan, dia menujukkan punggungnya, dan ya ampun, disana ada bekas cakaran. Seperti orang kerokan!

_to be continued_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...