Kamis, 31 Mei 2012

Kisah Kelahiran Raihan (finished)

Bukaan 8? Aku dan suami berpandang-pandangan.
"Mmm..bukaan 8, Yah.."
"Iya, bentar lagi"
"Kalo gitu nggak jadi sesar deh.."
"Iya, nggak usah aja Nda.."
"Nggak jadi ya Yah?" tanyaku memantapkan diri
"Iya.."
Kamipun memutuskan untuk membatalkan operasi.

Detik demi detik, menit demi menit, aku masih harus menahan sakit sampai bukaan lengkap. Dorongan untuk mengejan datang berkali-kali. Tapi selalu dilarang Bidan. Nanti, kalau sudah lengkap baru boleh, begitu katanya. Sampai akhirnya...

"Bukaannya udah lengkap Mbak, sekarang boleh mengejan.."
Saat itu pukul 3 sore

Suamiku diposisikan untuk berada di belakang kepalaku. Kedua tangannya menyangga kepalaku.
"Nanti, kalau mbaknya mengejan, Bapak angkat kepala mbaknya ya?" Dia mengiyakan.

"Heemmmpphh!!"
Aku memulainya. Tapi belum apa-apa, "Jangan seperti itu mbak, salah!"
"Heemmph!"
"Mengejannya nggak bersuara mbak"
"Matanya jangan ditutup"
"Jangan teriak mbak"
"Pantatnya jangan diangkat"
"Salah mbak, bukan seperti itu"
"Kayak orang mau buang air besar itu lho mbak"
"Ayo mbaaak, teruuss, jangan putus-putus"

Berkali-kali gaya mengejanku salah. Bukan seperti ini, tidak boleh seperti itu.
Dua orang bidan senior yang membantu persalinan menarik napas panjang. Sepertinya susah sekali membimbingku. Aku tidak mengikuti instruksi. Mengejan semauku. Padahal seharusnya saat dorongan terbesar datang, saat itulah aku seharusnya mengejan. Tapi, dorongan itu anehnya tidak datang lagi seperti saat bukaan belum lengkap.

Aku terus-menerus mengejan, kedua bidan terus-menerus membenarkan kesalahanku, sementara suamiku tak henti memberikan semangat. Saat mengejanku sudah benar, napasku habis, aku terengah-engah.

"Ayo mbaaakk, lanjuut!"
Aku tidak sanggup. Napasku pendek-pendek. Bayiku keluar masuk di jalan lahir.

Semakin lama, bidan dan perawat yang mengelilingi kami semakin banyak, mungkin sekitar tujuh sampai sepuluh orang. Saat itu sedang pergantian shift. Mereka ikut gemas melihatku.

"Mbak, ini kalau sampai jam 4 (sore) nggak lahir juga, kita vacum ya?" kata Bidan senior.
Aku hanya mengangguk.

"Ayo Nda, Nda pasti bisa. Ngedennya yang semangat. Jangan sampai dedek divacum.." kata suamiku terus menyemangati.

Lama kelamaan tenagaku habis, dan aku mulai mengantuk.
"Aku ngantuk.." kataku
"Jangan mbak, kasian dedeknya.." kata para bidan.
"Ayo lagi mbak"

Sekali, dua kali, akhirnya.. "Kita vacum aja ya mbak? Kasian dedeknya kelamaan.."
Lagi-lagi, aku dan suamiku menandatangani surat pernyataan, seperti sebelumnya saat aku mengatakan ingin dioperasi. Alat-alat pun disiapkan. Saat itu dokter masuk, mengecek kondisiku.
"Wah, ini harusnya bisa nih, nggak usah divacum.." katanya
"Ayo mbak, coba lagi terus"
Aku saat itu berada di sisa-sisa tenagaku. Kantuk terus menyerang. Saat istirahat dari mengejan, aku sempat tertidur beberapa kali. Sampai akhirnya..

Aku mengejan entah untuk yang keberapa puluh kali. Kukerahkan seluruh tenagaku.
"Kepalanya keluar Nda, ayo teruss.." terdengar suara suamiku.
"Ayo mbaak, teruuuss!!!" suara bidan-bidan yang berkerumun. Kemudian, bidan paling senior yg membantuku sedari awal memasukkan tangannya ke jalan lahir. Dia terlihat menarik sesuatu. Dan sebelum aku sempat menyadarinya, sesosok makhluk keluar dari sana, diangkat oleh sang bidan. Warnanya abu-abu, berselimut lendir, dan terlihat menggelepar-gelepar, suaranya 'khhkhhkkkhhh"

Kata suamiku, bidan terlihat mengeluarkan sesuatu dari tenggorokannya, sebelum suaranya yang tersendat-sendat lemah menjadi nyaring dan membahana.

"Eaaakkk...eaaaakkk...eaaaakkk!!!!!"

Anakku telah lahir ke dunia. 25 Februari 2012, Sabtu sore, pukul 4 kurang 4 menit.


***
Raihan sedang belajar tengkurap

Hari ini, 3 bulan 4 hari setelah kelahirannya. Dia sedang tertidur pulas setelah minum susu. Tubuhnya jauh lebih besar dibandingkan saat pertama kali aku melihatnya. Kulitnya sudah bersih, dan kepalanya tidak sepanjang dulu. Sekarang, aku sudah lupa semua sakit dan kesusahan saat melahirkannya. Pun lupa bagaimana aku bisa begitu sengsara di hari-hari pertama setelah kelahirannya. Dan aku hanya tertawa, setiap kali ingat ucapanku tak berapa lama setelah kelahirannya: "Aku kapok melahirkan!" Hahahaa.. Aku bertekad akan memberinya 2 orang adik! Tunggu saja. Hahahaa...

4 komentar:

  1. aaaak.... thanks for sharing hun!
    udah kubaca lengkap!
    tp jadi takut ih.... bagimana ini... hahaha
    breath in.. breath out..

    belum ketemu lagi ih semenjak kamu pregnant... :'<

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya..
      jangan-jangan nanti ketemu Raihan udah bisa lari-larian, hahaha

      Begitu jauhnya ya Hun, Jakarta-Bali :(

      Hapus
  2. ternyata instruksi ngelahirin di mana2 sama aja yah *iyalah

    eeh, aku juga pengen punya 3 anak, hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. berapa kali mendampingi kelahiran Phil?
      seruan mana normal sama caesar?

      toss sama Philly ^.^

      Hapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...