Bismillah...
Mulai ngisi blog ini lagi setelah kurang lebih 2 minggu hiatus. Alhamdulillah, sudah fresh badan dan pikiran dengan liburan di kampung tercinta.
Oiya, hampir lupa. Biarpun udah telat juga, gapapa deh ya ngucapin sekarang:
Selamat Idul Fitri 1433 H
Taqobbalallahu minna wa minkum...
Mohon maaf lahir batin ya semuaa...
Sekarang mau cerita-cerita soal mudik kemarin nih. Kebetulan ini pulang kampung yang pertama kalinya setelah boyongannya Raihan ke Jakarta 4 bulan yang lalu. Mudik pertamanya Raihan juga. Perjalanan jauh pertama kalinya juga buat kami bertiga. Deg-degannya udah dari jauh-jauh hari. Hebohnya udah dari jauh-jauh hari. Berbagai referensi di internet habis dibaca. Bagaimana tips mudik dengan bayi juga tak ketinggalan dipikirkan masak-masak. Lebay? Emang. Soalnya cuma mudik berdua suami aja sih. Mungkin kalo ada orang lain yang barengan, bakal nggak se-deg-deg-an itu. Gimana enggak deg-degan, Raihan itu anaknya nggak betahan sama sekali. Kalo pergi kemana-mana naik taksi atau pinjem mobil kakak ipar, dia tuh suka nangis aja gitu. Ga betah. Pengennya digendong jalan-jalan, atau mainan di atas kasur. Tapi alhamdulillah yaa, semua kecemasan itu nggak terbukti sama sekali. Alhamdulillah, Raihan kooperatif banget di perjalanan. Err, daripada berpanjang kata, langsung aja deh ke cerita mudiknya ^^
Jadi nih, dari jauh hari kami sudah memikirkan masak-masak kendaraan untuk mudik lebaran. Kalau tahun kemarin, saya dan suami pake' mobilnya kakak ipar yang enggak dipake buat mudik kami berdua. Dan perjalanan dengan mobil, bisa ditebak lah ya, pasti kena macet. Kalau biasanya Jakarta-Purbalingga bisa ditempuh dalam 10-12 jam, kalau waktunya mudik lebaran, bisa sampe 24 jam. Fiuuhh.. Pegel gak tuh? Gak kebayang kalau harus bawa Raihan mudik pake mobil. Jadi, pilihan itu kami coret langsung dari list angkutan mudik. Pilihan kedua, naik pesawat. Hahaha..sebenernya nggak ada si pilihan itu. Ya gimana mau naik pesawat? Bandara terdekat adanya di Jogja yang jauhnya kurang lebih 4 jam perjalanan ke Purbalingga (kalau ke Temanggung, kampungnya suami, kurang lebih 2 jam laah, tapi tetep aja nggak efisien kalau harus bolak-balik gitu). Jadi, nggak bakalan deh mudik naik pesawat, kecuali kalau Purbalingga (atau at least, Purwokerto, kota tetangga) udah punya bandara sendiri. hehehe *ngarep. Pilihan yang paling memungkinkan adalah naik kereta api. Ini sama kayak pas Raihan usia 2 bulan dibawa ke Jakarta, naiknya kereta. Bedanya, kalau waktu itu Raihan dianter banyak orang, kali ini Raihan bertiga aja sama ayah sama bunda :)
Karena sejak jauh hari proses pembelian tiket kereta bisa dilakukan sejak H-90 hari keberangkatan, sejak bulan Mei saya sudah ngetagin tanggalan di kalender biar nggak kelupaan beli tiket kereta. Kalau saya mau pulang tanggal 17 Agustus, belinya bisa dimulai dari tanggal 17 Mei. Kenapa harus jauh-jauh hari? Ya biar nggak kehabisan tiket kereta dong. Tau sendiri kalau mau liburan tiket kereta abisnya cepet banget :D
Nah, sebenernya rencana awalnya saya dan suami mau mudik tanggal 16 Agustus. Sore sebelum pergantian hari (15 Mei), saya sudah mewanti-wanti mau telpon pukul 00.00. Biar dapet tu tiket. Tapi setelahnya sangsi sendiri dalam hati, masa iya ada orang mau pesen tiket tengah malem gitu? Jadi urunglah niatan untuk pesen via telepon tengah malem itu. Jadinya subuh, saya baru telpon ke 121. Dan tebak apa? Tiket kereta xxx, untuk tanggal 16 pagi udah habis! Nggak mau rugi hari, saya spekulasi aja, mau ambil cuti tanggal 15, dengan asumsi itu cuti diterima. Soalnya kalau tanggal 17 udah mepet lebaran, dan udah mulai libur. Jadi pikirannya bakal rame orang mudik. Lagian males buat telpon besokannya lagi (bingung? nggak usah dipikirin :p). Dipesanlah tiket kereta eksekutif untuk tanggal 15 pagi. Dan dapet. Yeaaayyy. Senaang. urusan tiket sudah beres. Soal tiket ini, tak lupa beberapa hari kemudian kami pesen lagi tiket kereta buat balik ke Jakarta. Alhamdulillah dapet juga. Jadi legaa...
Soal tiket, beres sejak tiga bulan yang lalu. Sekarang soal bawaan. Sudah terbayang di pelupuk mata bawaan yang akan diangkut pulang kampung. Mana sebelumnya pesen kue lebaran 8 toples buat oleh-oleh pulak. Huwaa.. Tapi bismillah deh ya. Saat packing, berusaha membawa barang yang penting-penting aja. tapi tetep aja jatohnya banyak yang dibawa, hehe
Jadi ini bawaan kami mudik kemarin (sayang banget nggak difoto, hhuhu):
- koper gede: berisi pakaian saya dan suami, plus oleh2 yang berupa baju, sarung, dll *udah full banget ini koper
- koper kecil: berisi pakaian dan pernak-pernik Raihan
- diaper bag besar: isinya keperluan Raihan selama dalam perjalanan, macam baju ganti, diapers, selimut, mainan-mainan, dll
- diaper bag kecil: berisi perlengkapan ASIP, seperti botol buat minum (males nyusuin Raihan di kereta, ribet, hihi), apron (buat mompa ASIP di kereta), dan ASIP beku (nyomot beberapa dari freezer)
- kardus berisi kue buat oleh-oleh
- tas kecil yang dicangklong suami: berisi gadget dan perlengkapan elektronik suami
Ini aja pake acara galau mau bawa strollernya Raihan apa enggak. Soalnya, kalo baca di TUM, ada pengalaman yang naik kereta bawa stroller, bayinya bisa ditidurin di stroller. Tapi karena udah kebanyakan bawaan, rencana itu pun kami batalkan. Dan nggak nyesel kok nggak bawa stroller, karena Raihan masih bisa kami gendong gantian dan sesekali ditidurkan di atas bangku.
Karena kami berangkat siang, dan Raihan juga masih full ASI, saya tidak bawa bekal makanan. Toh nanti sampai di rumah pas dzuhur, belum saatnya buka juga. Hanya saja saya waktu itu memutuskan untuk tidak berpuasa. Busui dan musafir kan boleh tidak puasa. Yang jelas nanti harus bayar utang ;) Jadi saya hanya bawa perbekalan sebotol pulpy orange, karena sebelum mudik nggak sempat belanja kemana-mana :D
Banyak ya? Iya. Apalagi ketambahan harus gendong Raihan. Jadi kami berbagi tugas. Suami gendong Raihan sama bawa barang yang bisa dia bawa, saya bawa tas-tas keperluannya Raihan. Berangkatnya kita dianter rewang nyetop taksi, jadi masih bisa kebawa semua.
Kami sengaja memilih jadwal kereta yang berangkat pagi karena takut Raihan bakal kedinginan kalau pakai kereta eksekutif malam hari.Di tiket, tertulis kereta berangkat jam 06.30 dari Stasiun Gambir. Selepas subuh, kami yang sudah siap langsung berangkat dengan taksi. ART kami tidak mudik karena memang rumahnya sudah di Jakarta. Bisa tenang kalo gitu. Ada orang yang bisa jagain rumah, rapi-rapiin rumah, dan sesekali tidur di rumah.
Raihan masih bangun waktu digendong ke taksi. Tapi tak lama kemudian dia sudah tidur dipangku ayahnya. Begitu sampai Gambir, kami pesan porter buat bantuin bawa barang-barang. Raihan sepertinya masih tidur juga pas digendong-gendong ayahnya ke dalam stasiun. Baru setelah kami sampai di lantai atas, di peron tempat kami menunggu kereta, Raihan bangun. Bingung ngeliatin stasiun dan orang-orang yang rame. Oiya, Raihan kami pakaikan headset untuk meredam suara-suara yang terlalu keras. Takutnya nanti dia kaget, atau takut denger suara-suara kenceng *dan lagi-lagi itu tidak terbukti :D
Sebenernya, ada janji buat ketemuan sebentar sama mbak Kiki. Udah sms-an juga. Dan udah liat orangnya di depan mata. Sayang waktu itu lagi ngejar-ngejar porter yang jalannya cepet banget. Dan dibawalah kami ke ujuuuung, tempat gerbong kami katanya akan mendarat, hehehe. Jadi batal deh ketemuannya, hiks!
Dari tempat kami nunggu kereta itu, kami bisa liat Monas. Waa, pemandangan yang seru. Kayaknya udah lamaaaa banget nggak ke Monas. Semenjak Raihan lahir deh ya udah nggak pernah ke Monas lagi. Padahal dulu rajin lhoo, saya dan suami ke Monas. Hampir setiap weekend kami ke sana. Olahraga pagi. Bawa raket badminton. Atau sekedar lari-larian aja.
Dari atas Gambir itu, keliatan orang ada yang lagi senam, lari pagi, dlsb di sekitaran Monas. Padahal masih weekdays lhoo.. Ternyata ada yang beraktivitas juga di sana. Emang masih pagi si, kayaknya sekitar jam 06.00.
Dan nggak lupa dong, kami (lebih tepatnya saya) foto-foto:
Akhirnya, setelah menunggu beberapa saat, kereta yang dinanti datang juga. Kami pun masukdengan susah payah. Bawa semua tasnya berdua doang sama ayah boo..
Di dalam kereta, Raihan sama sekali enggak rewel. Begitu barang-barang sudah ditata, Raihan saya yang pegang. Bosen dipangku tiduran, digendong berdiri. Bosen digendong berdiri, yang nggendongnya yang berdiri. Capek nggendong, ditidurinlah Raihan di kursi kereta. Kalo nangis, dikasih minum, diem deh. Trus main-main lagi, trus tidur. Ya, gitu-gitu aja sih. Cuma bundanya aja yang kebagian bangkunya sempit. Sesekali malah asik ndeprok di lantai kereta, hehehe..
Beberapa kali foto-fiti di dalam kereta. Kayak gini kurang lebih suasananya.
- koper kecil: berisi pakaian dan pernak-pernik Raihan
- diaper bag besar: isinya keperluan Raihan selama dalam perjalanan, macam baju ganti, diapers, selimut, mainan-mainan, dll
- diaper bag kecil: berisi perlengkapan ASIP, seperti botol buat minum (males nyusuin Raihan di kereta, ribet, hihi), apron (buat mompa ASIP di kereta), dan ASIP beku (nyomot beberapa dari freezer)
- kardus berisi kue buat oleh-oleh
- tas kecil yang dicangklong suami: berisi gadget dan perlengkapan elektronik suami
Ini aja pake acara galau mau bawa strollernya Raihan apa enggak. Soalnya, kalo baca di TUM, ada pengalaman yang naik kereta bawa stroller, bayinya bisa ditidurin di stroller. Tapi karena udah kebanyakan bawaan, rencana itu pun kami batalkan. Dan nggak nyesel kok nggak bawa stroller, karena Raihan masih bisa kami gendong gantian dan sesekali ditidurkan di atas bangku.
Karena kami berangkat siang, dan Raihan juga masih full ASI, saya tidak bawa bekal makanan. Toh nanti sampai di rumah pas dzuhur, belum saatnya buka juga. Hanya saja saya waktu itu memutuskan untuk tidak berpuasa. Busui dan musafir kan boleh tidak puasa. Yang jelas nanti harus bayar utang ;) Jadi saya hanya bawa perbekalan sebotol pulpy orange, karena sebelum mudik nggak sempat belanja kemana-mana :D
Banyak ya? Iya. Apalagi ketambahan harus gendong Raihan. Jadi kami berbagi tugas. Suami gendong Raihan sama bawa barang yang bisa dia bawa, saya bawa tas-tas keperluannya Raihan. Berangkatnya kita dianter rewang nyetop taksi, jadi masih bisa kebawa semua.
Kami sengaja memilih jadwal kereta yang berangkat pagi karena takut Raihan bakal kedinginan kalau pakai kereta eksekutif malam hari.Di tiket, tertulis kereta berangkat jam 06.30 dari Stasiun Gambir. Selepas subuh, kami yang sudah siap langsung berangkat dengan taksi. ART kami tidak mudik karena memang rumahnya sudah di Jakarta. Bisa tenang kalo gitu. Ada orang yang bisa jagain rumah, rapi-rapiin rumah, dan sesekali tidur di rumah.
Raihan masih bangun waktu digendong ke taksi. Tapi tak lama kemudian dia sudah tidur dipangku ayahnya. Begitu sampai Gambir, kami pesan porter buat bantuin bawa barang-barang. Raihan sepertinya masih tidur juga pas digendong-gendong ayahnya ke dalam stasiun. Baru setelah kami sampai di lantai atas, di peron tempat kami menunggu kereta, Raihan bangun. Bingung ngeliatin stasiun dan orang-orang yang rame. Oiya, Raihan kami pakaikan headset untuk meredam suara-suara yang terlalu keras. Takutnya nanti dia kaget, atau takut denger suara-suara kenceng *dan lagi-lagi itu tidak terbukti :D
Sebenernya, ada janji buat ketemuan sebentar sama mbak Kiki. Udah sms-an juga. Dan udah liat orangnya di depan mata. Sayang waktu itu lagi ngejar-ngejar porter yang jalannya cepet banget. Dan dibawalah kami ke ujuuuung, tempat gerbong kami katanya akan mendarat, hehehe. Jadi batal deh ketemuannya, hiks!
Dari tempat kami nunggu kereta itu, kami bisa liat Monas. Waa, pemandangan yang seru. Kayaknya udah lamaaaa banget nggak ke Monas. Semenjak Raihan lahir deh ya udah nggak pernah ke Monas lagi. Padahal dulu rajin lhoo, saya dan suami ke Monas. Hampir setiap weekend kami ke sana. Olahraga pagi. Bawa raket badminton. Atau sekedar lari-larian aja.
Dari atas Gambir itu, keliatan orang ada yang lagi senam, lari pagi, dlsb di sekitaran Monas. Padahal masih weekdays lhoo.. Ternyata ada yang beraktivitas juga di sana. Emang masih pagi si, kayaknya sekitar jam 06.00.
Dan nggak lupa dong, kami (lebih tepatnya saya) foto-foto:
Raihan kok miring-miring gitu sih? -,- |
Akhirnya, setelah menunggu beberapa saat, kereta yang dinanti datang juga. Kami pun masuk
Di dalam kereta, Raihan sama sekali enggak rewel. Begitu barang-barang sudah ditata, Raihan saya yang pegang. Bosen dipangku tiduran, digendong berdiri. Bosen digendong berdiri, yang nggendongnya yang berdiri. Capek nggendong, ditidurinlah Raihan di kursi kereta. Kalo nangis, dikasih minum, diem deh. Trus main-main lagi, trus tidur. Ya, gitu-gitu aja sih. Cuma bundanya aja yang kebagian bangkunya sempit. Sesekali malah asik ndeprok di lantai kereta, hehehe..
Beberapa kali foto-fiti di dalam kereta. Kayak gini kurang lebih suasananya.
pemandangan di luar |
Sebelahan sama satu keluarga terdiri dari ibu-ayah-2 orang anak, yang kecil usia 9 bulan |
pipi Raihan dari samping kok gitu amat ya :D |
Kami sampai di stasiun Purwokerto sekitar kurang lebih jam 12 siang, pas adzan dzuhur kalo nggak salah. Habis itu nunggu dijemput. Padahal udah telpon dari pas di dalem kereta lho.. Dan biasanya dari rumah (Purbalingga) ke Purwokerto itu kurang lebih cuma setengah jam-an. Tapi katanya jalan di dalem kota Purwokertonya maceet. Mungkin banyak orang lagi belanja. Alhasil sempet deh tuh nungguin sampe setengah jam sebelum akhirnya jemputan nyampe.
Di mobil, Raihan digendong sama eyang utinya. Dan dia anteeeenng banget. Terbengong-bengong liatin pemandangan di luar jendela. Ga ada suara sama sekali. Mungkin pikirnya: dimana ini ya? kok pemandangannya beda, banyak pohonnya? :D
Dan finally kita sampe rumah.
to be continued...
P.S.
Cerita selanjutnya, nggak janji deh ya bakalan cerita panjang lebar. Mungkin posting foto-foto doang yang nggak seberapa, hehehe. Habis kalo dijabarin satu-satu bakal nggak selese tiga hari tiga malam *kayak iklan provider aja ;p
Ini aja nulisnya ada kali 3 hari, xixixi