Senin, 11 Juni 2012

Perjuangan ASI kami (part I)


Dulu waktu awal kelahiran Raihan, sempat saya frustasi, stress karena ASI tidak kunjung keluar. Malam pertama Raihan di rumah (rumah eyangnya), dia menangis tiada henti. Sepanjang malam. Saat itu, saya masih dalam kondisi pemulihan sehabis melahirkan. Sementara ayahnya, terkapar nyaris tidak berkutik di tempat tidur, di kamar saya di rumah, kelelahan pasca mendampingi saya bersalin, dilanjut dengan kesibukan hari pertama menjadi ayah baru, dan kesibukan menerima banyak tamu di rumah sakit.

Karena ayah Raihan sakit, ibu meminta saya dan Raihan tidur di kamarnya saja. Akhirnya kami tidur bersama ibu. Malam itu Raihan menangis tiada henti. Ibu dan Eyang, yang kebetulan malam itu menginap (bapak dan ibu mertua juga ada, tapi mereka menginap di rumah saudaranya yang satu kampung dengan saya), bilang kalau dia haus. Raihan haus karena ASI saya tidak keluar. Down rasanya saat itu. Apalagi saya lelah. Saya ingin tidur. Sejaaamm saja. Tapi Raihan benar-benar menangis tiada henti. Ibu menyarankan, coba dikasih air putih. Saya jelas menolak. Bayiku..kasihan sekali dia harus minum air putih. Saya memang tidak menyediakan susu formula karena tidak ingin memberinya selain ASI.

Setelah bermacam usaha tidak juga membuat Raihan berhenti menangis, saya pasrah, Ibu dan Eyang pun akhirnya memberinya sendok berisi air putih. Setiap kali air itu disendokkan ke mulut mungilnya, dia diam. Mengecap-ngecap. "Tuh liat, Raihan haus. Kasihan sekali..." kata Ibu. Saya tak kuasa melihatnya. Raihanku, malam kedua kehadirannya, sudah minum air putih. Oohh...

Paginya, saya ngambek ke suami. Ngambek karena dia tidak ada di malam itu. Saya tahu, tidak seharusnya memarahinya. Dia juga sakit dan butuh perhatian. Tapi kelelahan dan kekecewaan malam itu membuat saya frustasi. Pagi itu, berdua dengannya yang mulai baikan, saya keluar mencari susu formula. Pagi itu, ya pagi itu, saya mengikhlaskan diri untuk membeli susu formula. Tapi cerita tidak berhenti sampai di sana.

Sepanjang perjalanan, di mobil, saya telpon ke bidan kenalan, sms kakak ipar yang berpengalaman, bertanya bagaimana caranya membuat ASI keluar. Mereka memberi banyak saran, termasuk merekomendasikan suplemen pelancar ASI. Dari saran bu bidan, saya diminta banyak makan kacang tanah. Bisa memperbanyak ASI dan membuatnya kental (tidak bening). Selain itu, saya juga disuruh minum susu Peptisol. Sementara kakak ipar saya merekomendasikan Molocco sebagai ASI booster. Karena saya sendiri sudah mendapatkan suplemen dari rumah sakit yaitu Asifit, saya tidak membeli suplemen lainnya. Tapi kami tetap mampir ke apotik dan membeli Peptisol, susu yang katanya bisa menambah produksi ASI. Setlah itu kami ke minimarket, membeli susu formula untun Raihan. Kami, tentu saja menginginkan semua yang terbaik untuk anak. Saya tanya kakak ipar, susu formula apa yang bagus, dan saya membeli seperti yang direkomendasikannya. Alhamdulillah..saya lega pagi itu.

Tapi apa yang terjadi kemudian? Saya ternyata belum bisa menerima kalau ASI saya belum keluar dan Raihan harus minum sufor. Setiap saat dia menangis, saya tetap menyusuinya. Tapi saat tangisannya tak kunjung henti, saya serahkan dia ke Ibu, suami, atau ibu mertua. Mereka yang memberikan susu kepadanya. Setiap saat dia diberikan susu dengan menggunakan sendok, saya menyibukkan diri. Entah pergi kemana. Jangankan untuk menyuapinya sufor, melihatnya minum sufor saja saya tidak mau. Setiap kali suami menyerahkan sendok dan gelas berisi sufor, saya menolaknya keras-keras.

Puncaknya, saya merasa sedih, bersalah, marah ke diri sendiri. Saat Raihan menangis, dan disuapi sufor, saya ikut menangis. Sore itu, saya dimarahi semua orang. Ibu saya, dan juga ibu mertua. Beragam nasihat mereka keluarkan. Saya hanya menangis di atas tempat tidur. Akhirnya mereka marah. Marah karena saya bandel, tidak mau dinasehati. "Nanti kalau kamu nangis terus, malah ASInya jadi nggak keluar!" kira-kira begitulh intinya. Suami hanya memeluk, bilang agar saya ikhlas. Stop menangis. Nggak apa-apa Raihan minum susu formula dulu, nanti kalau ASInya keluar, susu formula itu tak akan disentuh lagi. Sore itu mata saya bengkak. Sore itu Raihan menangis, dan saya diam saja di dalam kamar, dalam hati berkata, "Biar Raihan mau dikasih minum susu formula saja!" tapi suami menegur dan saya pun bangkit. Kasihan sekali Raihan.


Raihan, usia 2 hari, kekenyangan susu formula :)

Malamnya, saya coba berkompromi dengan suami. Saya bilang, tidak perlu kita beri Raihan susu formula. Untuk bayi seumurannya yang hanya beberapa hari, tidak butuh minum banyak-banyak karena ukuran lambungnya masih sangat kecil. Tapi yang terjadi, suami malah memarahi saya. Dia membentak saya dan bilang, " Mau Raihan kelaparann??!! Nda mau, anak ayah kenapa-kenapa???" setelah itu dia pergi meninggalkan saya di kamar depan sendirian (karena sedang flu, saya tidak tidur di kamar dengan Raihan. Raihan tidur dengan ayahnya dan ibu mertua). Malam itu saya menangis lagi.

Saya merasa begitu tertekan. Dalam kondisi itu, saya mencoba berpikiran positif, menenangkan diri. Saya takut, ASI semakin tidak keluar. Saya sungguh takut. Sempat saya curhat dengan beberapa orang saat itu, sekedar meringankan beban pikiran *terima kasih yang sudah mau mendengarkan keluh kesah waktu itu :)

Pada akhirnya, Raihan bebas dari susu formula. Saya lupa, berapa hari dia sempat mencicipi susu formula. Mungkin, sekitar 4-5 hari. Tapi itupun tidak sampai 50ml. Dia minum hanya sekali waktu, saat tangisannya tidak cukup dihentikan dengan ASI. Setelah itu, sampai saat ini, Raihan full ASI.


***

Alhamdulillah, walaupun pada awal-awal kelahiran Raihan, ASI sempat tidak keluar, tapi semakin lama, produksi ASI saya semakin meningkat. Supply berbanding lurus dengan demand. Yup, its really true! Makanya saya sangat bersyukur, sampai usianya yang 3 bulan lebih ini masih bisa memberi Raihan ASI. Sedih rasanya kalau membaca cerita para ibu yang tidak bisa memberi anak-anaknya ASI, padahal mereka pengen! Tapi, masing-masing anak punya jatahnya masing-masing. Sebagai Bunda, saya hanya perantara. ASI adalah makanan yang dititipkan Allah pada saya untuk diberikan kepada Raihan. Setiap waktu, saya berdoa, semoga saya diberikan ASI yang cukup. Cukup untuk menyusui Raihan sampai usianya 2 tahun nanti. Semoga ya Allah.. Aamiin...



5 komentar:

  1. semangat ya dek..
    semua perjuangan itu akan berbalas indah, Insya Allah
    ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin
      insya Allah, terus semangat mbak ^^b

      Hapus
  2. Memang harus tahan banting bund kalo mau kasih ASI eksklusif ma anak.. banyak godaannya... Yang terpenting mohon dukungan suami dan keluarga... Meminta pengertian sama mereka memang harus pelan2. Aku dulu cara kasih pengertian ke mertuaku caranya aku beli buku soal asi dan MPASI, terus aku taruh di meja luar. Nah ibuku jadi baca2 dah tau. Bahkan sekarang semangat buat kasih tau tetangga2 buat kasih ASI eksklusif... hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, keren juga provokasinya, hihihi..

      sekarang udah nyadar kok, mungkin dulu mereka nggak tega liat Raihan yang nangis terus, nggak mau diem biarpun udah disusuin Bundanya
      Kalau sekarang, ASI udah lancar, keluarga juga mendukung, Alhamdulillaah :)

      Hapus
  3. Salam kenal Bunda, saya kok sampe hari ke 11 ASI nya masih blm lancar ya? Anak saya jg sudah kena sufor. Tp dikasih kalo malam / kalo dia sudah nangis setelah menyusu ke saya dan saya merasa dia kok masih mangap2. Padahal kalo pagi-sore saya susuin tiap 2 jam sekali.

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...