Selama tujuh hari kerja kemarin saya off dari kantor. Ada surat tugas untuk ikut pendidikan dan pelatihan Microsoft Office tingkat advanced. Sebelum menerima tawaran diklat tersebut, saya sempat ragu. Bagaimana dengan aktivitas pumping ASI? Apa nanti bisa pumping kalau saya ikut diklat? Untungnya ada teman yang bekerja di Pusdiklat tempat saya akan diklat beberapa hari. Saat saya tanya apakah di kantornya ada ruangan untuk pompa ASI dan dia bilang ada, saya pun menerima tawaran pelatihan dimaksud.
Selama diklat itu, saya bawa cooler bag kemana-mana. Kebetulan lab komputer ada di lantai paling atas, lantai 8. Sementara ruangan untuk pompa ASI ada di poliklinik, lantai 1. Sementara itu, salah satu lift dari dua lift yang ada di gedung itu sedang diperbaiki, sehingga kami hanya bisa menggunakan satu lift yang ukurannya kecil dan hanya muat beberapa orang saja. Waktu terbuang hanya untuk antri di depan lift. Karena itu, saya bawa cooler bag ke kelas supaya bisa pompa ASI dimanapun dan kapanpun tanpa harus turun ke lantai 1. Kadang, di sela coffee break yang hanya 15 menit, saya sempatkan diri untuk pumping di toilet.
Selama berada di luar kantor itulah, saya mengalami beberapa kejadian yang membuat saya sadar kalau di luar sana, semakin banyak orang yang sadar tentang ASI dan kewajiban ibu memberikan ASI untuk anaknya.
Yang pertama, tentu saja saat saya bertanya ke teman laki-laki saya yang bekerja di pusdiklat itu. Saat dia tahu kalau di kantornya ada ruangan yang biasa dipakai ibu-ibu untuk menyusui maupun untuk memompa ASI, saya sempat kagum. Wow, ternyata dia sadar ASI juga.
Yang kedua, saat saya pertama kali menyambangi poliklinik, yang notabene bukan tempat khusus pompa ASI. Ternyata di sana ada kulkas yang sepertinya memang dipakai hanya untuk menyimpan ASIP. Kenapa saya bisa bilang seperti itu? Karena kulkasnya kosong dan hanya terisi saat ada yang menyimpan ASIP.
Yang ketiga, bidan yang sangat kooperatif. Membolehkan kami-peserta diklat-untuk memompa ASI di ruang periksa (bagian dalam poliklinik) dan menguncinya dari dalam demi kenyamanan para busui.
Pengalaman lainnya berkaitan dengan orang-orang yang saya temui di sana. Suatu kali, saat saya sedang menenteng cooler bag, di dalam lift, seorang bapak bertanya, "Wah, bekalnya apa tuh?" sambil matanya mengarah ke cooler bag merah yang saya jinjing. Tiba-tiba bapak lainnya di dalam lift yang menjawab, " Itu bukan bekal makanan. Itu ASI. Ibu-ibu jaman sekarang banyak yang bawa-bawa gituan." Saya hanya tersenyum lebar mendengarnya. Atau suatu saat, saya akan pompa ASI, tapi kebingungan karena bu bidan sedang tidak ada di tempat. Seorang satpam menghampiri saya dan bilang, "Masuk aja mbak, nggak papa. Dikunci aja, kuncinya ada di pintu kok," lagi-lagi saya tersenyum lebar. Lain waktu saya sedang 'sibuk' di toilet dengan apron yang menutupi badan. Saat orang-orang masuk, mereka bertanya berapa bulan bayi saya :D
Oya, selama berada di sana, saya mendapatkan teman baru. Peserta diklat kelas lain, yang juga sedang menyusui anaknya. Sering kami pumping bersama dan ngobrol ngalor-ngidul. Menyenangkan. Sama-sama bukan pegawai kantor yang bersangkutan dan sama-sama busui. Sebenarnya ada juga pegawai kantor tersebut yang juga busui. Tapi kami tidak pernah bertemu di poliklinik. Hanya botol berisi ASIPnya saja yang terlihat di dalam kulkas :D
Pelajaran yang saya dapat dari pengalaman pumping di luar kantor itu adalah, masyarakat sekarang sudah semakin sadar ASI. Dan itu jelas memudahkan langkah kita para pejuang ASI. Semoga ke depannya lebih baik lagi ya. Saya berharap, semakin banyak tempat-tempat umum yang memfasilitasi kegiatan para ibu menyusui :D